Obama dan babak baru penyelesaian konflik Israel-Palestina

OBAMA menyaksikan langsung jabat tangan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan Presiden Palestina Mahmoud Abbas di New York Amerika Serikat. Momen ini terjadi pada hari Selasa (22/09). Berbagai kalangan banyak yang menganggap jabat tangan dan pertemuan ketiga tokoh tersebut, sebagai sesuatu yang skeptis bagi masa depan perdamaian keduanya. Tapi ada sedikit harapan yang tersisa dari pertemuan keduanya. Paling tidak ada komitmen dari kedua belah pihak untuk berusaha menyelesaikan konflik yang sudah berlangsung hampir satu abad. Pertanyaan yang muncul adalah mungkinkah Obama bisa menekan Israel untuk memaksa negara itu berdamai dengan Palestina dengan memberikan kemerdekaan penuh pada Palestina?

Pidato Obama pada tanggal 4 Juni 2009, di Universitas Al-Azhar Kairo Mesir disambut gembira oleh dunia Islam. Salah satu hal yang penting dari pidatonya adalah pernyataan komitmennya untuk menyelesaikan isu perdamaian Israel-Palestina secara adil. Dijanjikan kemerdekaan bagi Palestina yang akan hidup berdampingan dengan Israel.

Sejarah konflik
Membicarakan konflik Israel Palestina tidak bisa terlepas dari sejarah konflik keduanya. Sumber konflik keduanya berawal dari tanah Palestina yang dulunya disebut Kanaan yang saat ini masih diduduki Israel. Kedua bangsa ini sebenarnya masih bersaudara dan satu nenek moyang, yaitu sama-sama keturunan Nabi Ibrahim AS dari dua ibu yang berbeda. Hagar melahirkan Nabi Ismail AS yang menurunkn bangsa Arab. Sarah melahirkan Nabi Iskak AS yang menurunkan bangsa Israel melalui Nabi Yakub AS dan Nabi Yusuf AS.

Persoalan keduanya terus berlanjut dengan adanya campur tangan Inggris, yang menjanjikan tanah untuk bangsa Israel. Tahun 1917, dikeluarkanlah Deklarasi Balfour Kemudian Inggris menyerahkan persoalan keduanya ke PBB. Dalam sidang umum PBB pada tanggal 29 Nopember 1947 diadakan pemungutan suara yang menetapkan atau mengakui adanya dua negara, yaitu Yahudi dan Arab Palestina dengan batas-batas daerah tertentu yang tercantum dalam United Nation Partition Plan 1947.

Rencana ini diterima oleh Israel, dan Palestina menolak dengan menghancurkan pemukiman Yahudi. Kekacauan tidak terhindarkan dan Inggris meninggalkan keduanya tanpa tanggung jawab. Pada saat itulah Israel menyatakan kemerdekaannya pada tanggal 14 Mei 1948. Pernyataan kemerdekaan ini diakui oleh AS, Uni Soviet, dan negara lainnya. Uni Soviet sangat berharap kalau Israel bisa menjadi negara komunis. Sebaliknya bangsa Arab Palestina dan seluruh bangsa Arab menentang pernyataan kemerdekaan Israel. Akhirnya pada tanggal 15 Mei 1948 negara Libanon, Irak, Arab Saudi, Suriah, Jordania, dan Mesir menyerbu Israel dari segala arah.

Dari sejarah konflik keduanya, tidak bisa dilepaskan dari campur tangan Amerika Serikat, khususnya dalam proses penyelesaian konflik keduanya. Terkadang tindakan AS juga menyakitkan bagi bangsa Palestina. Misalnya saja AS membiarkan dua kali agresi Israel ke Palestina. Pertama, agresi tahun 2002 untuk membungkam gerakan intifadah Palestina ke-2 yang berujung pada kematian pemimpin Palestina Yasser Arafat. Kedua, menutup mata terhadap agresi Israel ke Jalur Gaza pada akhir Desember 2008 hingga pertengahan Januari 2009 sebagai hadiah perpisahan pemerintahan Bush dengan Israel. Dunia Islam juga sangat dikecewakan oleh dukungan AS terhadap agresi Israel ke Selatan Lebanon pada tahun 2006 untuk menghancurkan Hezbullah yang menyebabkan kerusakan berat atas infrastruktur dan kematian penduduk sipil yang banyak.

Diplomasi Obama
Kendati campur tangan AS tidak bisa dihindarkan, proses perdamaian tetap diupayakan. Dalam menyikapi pernyataan Obama, dunia Islam, khususnya negara-negara Arab sangat hati-hati. Hal ini disebabkan oleh dua hal yaitu: pertama, standar ganda AS selama ini terhadap dunia Arab dalam konteks hubungan Arab-Israel. Selama ini washington selalu mendukung Israel tiap kali negara itu berkonflik dengan negara Arab. Kedua, kompleksnya masalah konflik Israel-Palestina.

Obama mewarisi masalah yang sangat kompleks dari pemerintahan Bush. Kerusakan hubungan ASDunia Islam yang sudah parah ingin diperbaiki oleh Obama. Ia memang melihat ada ketidakadilan AS terhadap Arab dan dunia Islam dalam konteks konflik Arab-Israel. Israel selalu diuntungkan sehingga perdamaiannya dengan Arab sulit diwujudkan. Artinya Israel selalu bersikap kaku terhadap proses perdamaian dan sering melanggar perjanjianperjanjiannya yang dibuat sendiri dengan Palestina karena selalu mendapat dukungan AS.

Obama ingin merubah citra buruk itu. Dan sejauh ini ia masih konsisten melaksanakan visinya mendamaikan Israel-Palestina. Misalnya ia menentang pembangunan pemukiman Yahudi di wilayah Palestina di Tepi Barat. Ia juga menolak konsep perdamaian yang dibuat pemerintah PM Israel yang mengunjungi gedung putih karena proposal itu tidak membuat Palestina berdaulat di atas tanahnya sendiri.

Inisiatif Obama untuk mempertemukan pihak Israel dan Palestina, mengalami kebuntuan karena kedua pihak bersikukuh dengan pendapatnya. Sekali lagi belum sempat ke meja perundingan, proses perdamaian sudah macet. Ada dua hal yang menyebabkan kemacetan proses perdamian ini yaitu: pertama, pemerintahan Netanyahu tidak bersedia memerdekakan Palestina. Dalam konsep perdamaian yang dibuatnya, yang telah ditolak Arab maupun AS, antara lain berisi butir-butir yang merugikan Palestina. Misalnya, Palestina tidak boleh memiliki angkatan bersenjata, ruang udara Palestina sepenuhnya di bawah kontrol Israel. Demikian juga dengan perbatasan Israel-Palestina. Palestina tidak diperbolehkan mengembalikan tiga juta lebih pengungsi yang tersebar di Jalur Gaza, Yordania, Suriah, Lebanon dan banyak negara lain, ke rumah mereka di Israel dan Yerussalem Timur. Ini tentunya bukan konsep perdamaian yang diinginkan oleh Palestina dan tidak sesuai dengan konsep perdamaian kuartet (AS, UK, PBB, Rusia) serta rekomendasi Arab. Palestina merdeka adalah Palestina yang berdaulat penuh atas negaranya.

Kedua, masalah internal Palestina. Palestina terbelah menjadi dua wilayah dan entitas politik. Tepi barat dikuasai oleh nasionalis, sekuler, dan kompromistis demi tercapainya perdamaian dengan Israel dan Hamas yang militan, Islamis, dan menolak mengakui eksistensi Israel yang berkedudukan di Jalur Gaza. Berbagai upaya telah dilakukan untuk mendamaikan kedua belah pihak. Pada 8 Pebruari 2007, melalui mediasi Arab Saudi, Hamas dan Fatah setuju untuk membentuk pemerintahan nasional. Namun pemerintahan ini tidak bisa berjalan dengan baik karena perbedaan ideologi keduanya serta perebutan penguasaan sektor keamanan. Hamas yang memenangkan pemilu Palestina pada tahun 2006 menganggap wajar bila ia menguasai sektor keamanan ini, sementara pihak Fatah khawatir bahwa penguasaan Hamas atas aparat keamanan Palestina hanya akan menjadikan Palestina sebagai sasaran agresi Israel berhubung Hamas akan melakukan aksi-aksi bersenjata melawan negara Yahudi itu, yang tidak diakui eksistensinya.

AS dan Israel sendiri ikut memecah belah pemerintahan Persatuan Nasional Palestina yang mengakui eksistensi Hamas yang dituduh AS dan Israel sebagai kelompok teroris. Kalau pemerintah AS konsisten dengan prinsip-prinsip demokrasi, seharusnya pemerintahan Persatuan Nasional Palestina ini didukung. Memang sangat pelik membicarakan konflik Israel Palestina. Babak baru penyelesaian akan tetap ada, selama kedua belah pihak mau berusaha dan tidak saling ngotot, dengan pembenaran yang diyakininya.

Tinggalkan komentar

Belum ada komentar.

Comments RSS TrackBack Identifier URI

Tinggalkan komentar