Obama dan babak baru penyelesaian konflik Israel-Palestina

OBAMA menyaksikan langsung jabat tangan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan Presiden Palestina Mahmoud Abbas di New York Amerika Serikat. Momen ini terjadi pada hari Selasa (22/09). Berbagai kalangan banyak yang menganggap jabat tangan dan pertemuan ketiga tokoh tersebut, sebagai sesuatu yang skeptis bagi masa depan perdamaian keduanya. Tapi ada sedikit harapan yang tersisa dari pertemuan keduanya. Paling tidak ada komitmen dari kedua belah pihak untuk berusaha menyelesaikan konflik yang sudah berlangsung hampir satu abad. Pertanyaan yang muncul adalah mungkinkah Obama bisa menekan Israel untuk memaksa negara itu berdamai dengan Palestina dengan memberikan kemerdekaan penuh pada Palestina?

Pidato Obama pada tanggal 4 Juni 2009, di Universitas Al-Azhar Kairo Mesir disambut gembira oleh dunia Islam. Salah satu hal yang penting dari pidatonya adalah pernyataan komitmennya untuk menyelesaikan isu perdamaian Israel-Palestina secara adil. Dijanjikan kemerdekaan bagi Palestina yang akan hidup berdampingan dengan Israel.

Sejarah konflik
Membicarakan konflik Israel Palestina tidak bisa terlepas dari sejarah konflik keduanya. Sumber konflik keduanya berawal dari tanah Palestina yang dulunya disebut Kanaan yang saat ini masih diduduki Israel. Kedua bangsa ini sebenarnya masih bersaudara dan satu nenek moyang, yaitu sama-sama keturunan Nabi Ibrahim AS dari dua ibu yang berbeda. Hagar melahirkan Nabi Ismail AS yang menurunkn bangsa Arab. Sarah melahirkan Nabi Iskak AS yang menurunkan bangsa Israel melalui Nabi Yakub AS dan Nabi Yusuf AS.

Persoalan keduanya terus berlanjut dengan adanya campur tangan Inggris, yang menjanjikan tanah untuk bangsa Israel. Tahun 1917, dikeluarkanlah Deklarasi Balfour Kemudian Inggris menyerahkan persoalan keduanya ke PBB. Dalam sidang umum PBB pada tanggal 29 Nopember 1947 diadakan pemungutan suara yang menetapkan atau mengakui adanya dua negara, yaitu Yahudi dan Arab Palestina dengan batas-batas daerah tertentu yang tercantum dalam United Nation Partition Plan 1947.

Rencana ini diterima oleh Israel, dan Palestina menolak dengan menghancurkan pemukiman Yahudi. Kekacauan tidak terhindarkan dan Inggris meninggalkan keduanya tanpa tanggung jawab. Pada saat itulah Israel menyatakan kemerdekaannya pada tanggal 14 Mei 1948. Pernyataan kemerdekaan ini diakui oleh AS, Uni Soviet, dan negara lainnya. Uni Soviet sangat berharap kalau Israel bisa menjadi negara komunis. Sebaliknya bangsa Arab Palestina dan seluruh bangsa Arab menentang pernyataan kemerdekaan Israel. Akhirnya pada tanggal 15 Mei 1948 negara Libanon, Irak, Arab Saudi, Suriah, Jordania, dan Mesir menyerbu Israel dari segala arah.

Dari sejarah konflik keduanya, tidak bisa dilepaskan dari campur tangan Amerika Serikat, khususnya dalam proses penyelesaian konflik keduanya. Terkadang tindakan AS juga menyakitkan bagi bangsa Palestina. Misalnya saja AS membiarkan dua kali agresi Israel ke Palestina. Pertama, agresi tahun 2002 untuk membungkam gerakan intifadah Palestina ke-2 yang berujung pada kematian pemimpin Palestina Yasser Arafat. Kedua, menutup mata terhadap agresi Israel ke Jalur Gaza pada akhir Desember 2008 hingga pertengahan Januari 2009 sebagai hadiah perpisahan pemerintahan Bush dengan Israel. Dunia Islam juga sangat dikecewakan oleh dukungan AS terhadap agresi Israel ke Selatan Lebanon pada tahun 2006 untuk menghancurkan Hezbullah yang menyebabkan kerusakan berat atas infrastruktur dan kematian penduduk sipil yang banyak.

Diplomasi Obama
Kendati campur tangan AS tidak bisa dihindarkan, proses perdamaian tetap diupayakan. Dalam menyikapi pernyataan Obama, dunia Islam, khususnya negara-negara Arab sangat hati-hati. Hal ini disebabkan oleh dua hal yaitu: pertama, standar ganda AS selama ini terhadap dunia Arab dalam konteks hubungan Arab-Israel. Selama ini washington selalu mendukung Israel tiap kali negara itu berkonflik dengan negara Arab. Kedua, kompleksnya masalah konflik Israel-Palestina.

Obama mewarisi masalah yang sangat kompleks dari pemerintahan Bush. Kerusakan hubungan ASDunia Islam yang sudah parah ingin diperbaiki oleh Obama. Ia memang melihat ada ketidakadilan AS terhadap Arab dan dunia Islam dalam konteks konflik Arab-Israel. Israel selalu diuntungkan sehingga perdamaiannya dengan Arab sulit diwujudkan. Artinya Israel selalu bersikap kaku terhadap proses perdamaian dan sering melanggar perjanjianperjanjiannya yang dibuat sendiri dengan Palestina karena selalu mendapat dukungan AS.

Obama ingin merubah citra buruk itu. Dan sejauh ini ia masih konsisten melaksanakan visinya mendamaikan Israel-Palestina. Misalnya ia menentang pembangunan pemukiman Yahudi di wilayah Palestina di Tepi Barat. Ia juga menolak konsep perdamaian yang dibuat pemerintah PM Israel yang mengunjungi gedung putih karena proposal itu tidak membuat Palestina berdaulat di atas tanahnya sendiri.

Inisiatif Obama untuk mempertemukan pihak Israel dan Palestina, mengalami kebuntuan karena kedua pihak bersikukuh dengan pendapatnya. Sekali lagi belum sempat ke meja perundingan, proses perdamaian sudah macet. Ada dua hal yang menyebabkan kemacetan proses perdamian ini yaitu: pertama, pemerintahan Netanyahu tidak bersedia memerdekakan Palestina. Dalam konsep perdamaian yang dibuatnya, yang telah ditolak Arab maupun AS, antara lain berisi butir-butir yang merugikan Palestina. Misalnya, Palestina tidak boleh memiliki angkatan bersenjata, ruang udara Palestina sepenuhnya di bawah kontrol Israel. Demikian juga dengan perbatasan Israel-Palestina. Palestina tidak diperbolehkan mengembalikan tiga juta lebih pengungsi yang tersebar di Jalur Gaza, Yordania, Suriah, Lebanon dan banyak negara lain, ke rumah mereka di Israel dan Yerussalem Timur. Ini tentunya bukan konsep perdamaian yang diinginkan oleh Palestina dan tidak sesuai dengan konsep perdamaian kuartet (AS, UK, PBB, Rusia) serta rekomendasi Arab. Palestina merdeka adalah Palestina yang berdaulat penuh atas negaranya.

Kedua, masalah internal Palestina. Palestina terbelah menjadi dua wilayah dan entitas politik. Tepi barat dikuasai oleh nasionalis, sekuler, dan kompromistis demi tercapainya perdamaian dengan Israel dan Hamas yang militan, Islamis, dan menolak mengakui eksistensi Israel yang berkedudukan di Jalur Gaza. Berbagai upaya telah dilakukan untuk mendamaikan kedua belah pihak. Pada 8 Pebruari 2007, melalui mediasi Arab Saudi, Hamas dan Fatah setuju untuk membentuk pemerintahan nasional. Namun pemerintahan ini tidak bisa berjalan dengan baik karena perbedaan ideologi keduanya serta perebutan penguasaan sektor keamanan. Hamas yang memenangkan pemilu Palestina pada tahun 2006 menganggap wajar bila ia menguasai sektor keamanan ini, sementara pihak Fatah khawatir bahwa penguasaan Hamas atas aparat keamanan Palestina hanya akan menjadikan Palestina sebagai sasaran agresi Israel berhubung Hamas akan melakukan aksi-aksi bersenjata melawan negara Yahudi itu, yang tidak diakui eksistensinya.

AS dan Israel sendiri ikut memecah belah pemerintahan Persatuan Nasional Palestina yang mengakui eksistensi Hamas yang dituduh AS dan Israel sebagai kelompok teroris. Kalau pemerintah AS konsisten dengan prinsip-prinsip demokrasi, seharusnya pemerintahan Persatuan Nasional Palestina ini didukung. Memang sangat pelik membicarakan konflik Israel Palestina. Babak baru penyelesaian akan tetap ada, selama kedua belah pihak mau berusaha dan tidak saling ngotot, dengan pembenaran yang diyakininya.

Indonesia dan Konflik Timur Tengah

Indonesia melalukan langkah proaktif menyelesaikan konflik Timur Tengah. Apa yang seharusnya dilakukan agar Indonesia punya wibawa di mata asing?

Oleh: M. Syamsi Ali *)

Akhir-akhir ini kita dengar bahwa pemerintah Indonesia akan lebih proaktif dalam melakukan langkah-langkah untuk menyelesaikan berbagai konflik Timur Tengah. Mulai dari konflik antara Palestina-Israel, konflik internal pemerintahan Palestina antara Hamas dan Fatah, konflik Iraq dengan berbagai dimensinya, hingga upaya mempertemukan antara kelompok-kelompok pemimpin Sunni dan Syi’ah.

Langkah ini tentunya tidak saja sangat menggembIraqan, tapi juga membanggakan dan seharusnya memang demikian. Menggembirakan karena memang konflik Timur Tengah sudah memakan waktu terlalu lama, parah dan telah memakan korban yang luar biasa. Mungkin ini adalah langkah besar yang dilakukan oleh sebuah negara Muslim besar untuk meringankan beban berat umat yang hidup di belahan dunia itu.

Membanggakan, karena Indonesia adalah negara besar, ditilik dari berbagai sudut, baik secara teritorial, sumber daya alam, penduduk (SDM). Tapi tentunya, secara khusus lagi, Indonesia tentu bangga karena negara ini berpenduduk Muslim terbesar di dunia. Maka, ketika Indonesia proaktif melakukan langkah-langkah upaya perdamaian di Timur Tengah, maka akan menambah kebanggaan bangsa ini.

Dan seharusnya memang demikian, karena bangsa dan negara ini memang memiliki filsafatnya sendiri, yaitu melihat kezaliman/penjajaha n sebagai musuh bersama dan harus diperangi/dielimini r, sesuai amanah UUD negara RI. Selain itu, sebagaimana diamanahkan oleh UUD 45, negara Indonesia memang harus proaktif dalam mewujudkan perdamaian dunia.

Islam dan dunia global

Tragedi 11 September 2001 telah mengubah konstalasi dunia dan hubungan internasional. Hubungan internasional tidak lagi didasarkan kepada faktor-faktor kekuatan politik, ekonomi dan militer, tapi telah diimbangi oleh faktor-faktor lain, termasuk faktor agama.

Serangan 11 September, yang kini cenderung dikultuskan sebagai “historical event” (kejadian bersejarah) yang perlu dikenang, dan bahkan menjadi titik awal dari berbagai fenomena dunia global saat ini, diakui atau tidak, telah menjadikan Islam dan pemeluknya lebih dikenal/diakui oleh dunia. Tentu pengenalan/pengakua n ini memiliki dua dimensi, positif dan negatif, tergantung siapa yang mengakui dan dari sudut mana pengakuan tersebut.

Dihubungkannya antara serangan terorisme 11 September 2001 dan Islam/pemeluk Islam menjadikan mata dunia terbelalak memandang dunia Islam. Islam, apakah dengan pandangan positif atau negatif, dilihat sebagai sebuah kekuatan baru yang menentukan arah perjalanan dunia global. Terorisme, yang oleh sebagian disamarkan sebagai “Islam” adalah kekuatan yang telah merubah drastis wajah hubungan antar negara. Maka, dengan sendirinya harapan kepada dunia Islam untuk melakukan sesuatu dalam rangka menghadapi apa yang dikumandangkan sebagai “musuh bersama” (terorisme) sangat besar.

Dunia Arab

Selama ini, karena letak geografisnya yang langsung bertetanggan dengan pusat konflik (baca: Palestina-Israel) , negara-negara Arab, khususnya Mesir, Jordan dan Saudi Arabia memiliki peranan penting di mata dunia, khususnya Amerika dan sekutunya. Selain itu, tentunya karena memang ada kepentingan ekonomi dunia Barat khususnya (baca: minyak) menjadikan mereka selalu mengedepankan negara-negara Arab sebagai sekutu dalam upaya penyelesaian konflik Timur Tengah.

Kini, harapan itu barangkali tidak terlalu besar lagi, tentu karena alasan-alasan yang kuat pula, antara lain sebagai berikut:

Pertama, karena dari sekian banyak oknum-oknum yang tertuduh teroris, khususnya dalam serangan WTC New York, mayoritasnya adalah berwarga negara Arab. Jadi ada semacam “keraguan” jika negara-negara Arab akan mampu menyelesaikan permasalahan krusial ini. Ibaratnya, penyakit tidak akan bisa disembuhkan oleh orang yang memiliki penyakit yang sama. Atau air kotor tidak akan bisa dipakai untuk membersihkan kotoran yang sama.

Kedua, adanya kepentingan- kepentingan masing-masing negara Arab dengan konflik-konflik yang terjadi. Sebagai misal, Saudi Arabia sangat mengkhawatirkan pengaruh Iran (baca: Syiah) di Iraq, yang nantinya akan mempengaruhi stabilitas keamanan Saudi sebagai negara yang “merasa mewakili” dunia Islam yang berpaham Sunni. Melibatkan Saudi secara langsung akan semakin membangkitkan amarah kaum Syiah dan menjustify pengaruh Iran di Iraq. Sementara di sisi lain tidak mungkin Iran dilibatkan karena terlanjur dianggap salah satu negara poros syetan (seiman dengan Iraq di masa Saddam dan Korea Utara).

Ketiga, salah satu alasan penyerangan Amerika Serikat dan sekutunya ke Iraq adalah misi demokratisasi. Artinya, penyerangan terhadap negara berdaulat Iraq, selain alasan keamanan dunia karena ancaman senjata kimia (terlah terbukti salah), menghukum Saddam yang telah melakukan pelanggaran hak-hak asasi manusia (membumis hanguskan kaum Kurdi), juga untuk menda’wahkan sistem demokrasi di Iraq sebagai batu loncatan bagi penyebaran demokrasi ke dunia Arab secara keseluruhan. Hingga kini, Presiden Bush masih menggembor-gemborka n alasan ketiga sebagai alasan terakhir untuk membenarkan serangan ke Iraq itu.

Maka, untuk melibatkan negara-negara Arab dalam proses penyelesaian konflik-konflik Timur Tengah, nampaknya mustahil. Masalahnya adalah tidak mungkin negara-negara Arab itu akan serius menyelesaikan konflik-konflik Timur Tengah, jika kepentingan- kepentingan penguasa itu pada akhirnya terancam. Demokratisasi dan keterbukaan di Iraq akan banyak mempengaruhi cara berfikirnya orang-orang di negara lain seperti Saudi, Bahrain, Kuwait, Imarat, Mesir, dll., yang pada akhirnya akan menularkan pergerakan “kemerdekaan internal” membebaskan mereka dari bentuk-bentuk pemerintahan yang tidak demokratis.

Di sinilah kemudian, khususnya setelah serangan 11 September itu, aktor-aktor utama dunia internasional melirik Indonesia sebagai partner alternatif dalam menghadapi berbagai permasalahan dunia, khususnya upaya penyelesaian berbagai konflik di Timur Tengah. Untuk peperangan terhadap terorisme, barangkali karena letak geografis dan “nature” penduduknya, Pakistan akan lebih banyak memainkan peranan. Tapi untuk permasalahan Timur Tengah, nampaknya Indonesia menjadi harapan besar. Tentunya karena beberapa alasan, antara lain:

Kenyataannya bahwa Indonesia adalah negara Muslim terbesar di dunia. Jika saja semua penduduk negara-negara Arab disatukan, Muslim Indonesia masih saja lebih besar ketimbang mereka. Suara Indonesia akan banyak dianggap sebagai suara mayoritas dunia Islam.

Walau ada kasus-kasus terorisme yang terjadi di Indonesia, kenyataannya Indonesia masih dianggap negara Muslim moderat dan bersahabat. Tapi yang lebih penting, pemerintah Indonesia jauh lebih lincah dalam menyelesaikan kasus terorisme ketimbang banyak negara. Buktinya, hanya berselang beberapa pekan, pelaku bom Bali telah tertangkap dan kini telah diproses secara hukum. Berbeda dengan negara lain yang masih berjuang menangkap pelaku-pelaku terorisme yang mereka kejar. Sebaliknya, mereka terkadang melakukan penangkapan tapi kemudian tidak mampu membuktikan.

Sejarah membuktikan bahwa Indonesia telah menunjukkan dirinya sebagai negara yang aktif dalam berbagai forum internasional, antara lain, memprakarsai Konferensi Bandung atau yang lebih dikenal dengan Konferensi Asia-Afrika yang menjadi cikal bakal berdirinya negara-negara non-blok (Non Align Movement). Indonesia juga menjadi salah satu penggerak utama berdirinya Organisasi Konferensi Islam. Tentunya, jangan lupa kedudukan Indonesia dalam konteks negara-negara Asean.

Indonesia telah membuktikan peranannya yang besar dalam upaya penyelesaian konflik di berbagai belahan dunia. Mungkin bukti yang paling nyata dalam hal ini adalah penyelesaian konflik di Filipina Selatan antara Pemerintah pusat dan Gerakan Kemerdekaan Filipina Selatan di bawah komando Nur Miswari. Jangan lupa pula keterlibatan Indonesia di berbagai “peace keeping operations”, termasuk di Bosnia ketika itu dan kini di Lebanon Selatan.

Kepercayaan Dunia Internasional

Semua alasan di atas menjadikan Indonesia memiliki posisi terhormat di dunia internasional, khususnya di dunia ketiga dan lebih khusus lagi di dunia Islam. Maka, jangan heran jika saat ini Indonesia telah terpilih menduduki berbagai posisi di organisasi dunia, Perserikatan Bangsa-Bangsa, antara lain sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB dan anggota Human Rights Council.

Kepercayaan dunia internasional ini tentunya tidak saja didasarkan kepada sejarah perjalanan panjang bangsa dan negara ini. Tapi yang lebih penting bahwa Indonesia telah mampu membuktikan diri sebagai negara berpenduduk besar keempat di dunia dengan penduduk Muslim terbesar, tapi mampu mendemokratisasi diri secara mulus dan berhasil. Keberhasilan ini membuat banyak pihak menganga hampir tidak percaya. Pertama, karena Islam sudah dipersepsikan sebagai agama yang kontra-demokrasi. Kedua, karena Indonesia sangat lama berada di bawah pemerintahan otoriterian, yang pada lazimnya akan berakhir dengan pertumpahan darah.

Sejarah dan fakta masa kini, keduanya menjadi landasan harapan dunia internasional terhadap Indonesia untuk lebih proaktif dalam melakukan langkah-langkah dalam upaya menyelesaikan konflik-konflik Timur Tengah. Kita tentunya yakin, keterlibatan Indonesia ini akan memberikan makna tersendiri bagi negara dan bangsa kita. Tapi jangan lupa, perjuangan “keluar” hanya akan berhasil jika dibarengi dengan perjuangan ke “dalam”. Pencitraan keluar tidak akan positif jika citra dalam negeri belum menunjukkan hal-hal yang positif.

Pemerintahan yang bersih, penegakan hukum, penegakan hak-hak asasi, kebebasan ekpresi dan bicara (tapi bertanggung jawab), dan tentunya yang lebih penting adalah upaya-upaya serius untuk memakmurkan rakyat itu sendiri akan banyak menentukan wajah Indonesia di luar negeri. Peranan Indonesia di luar negeri akan dihormati dan dihargai jika usaha-usaha proaktif dan profesional dalam mewujudkan penyelesaian konflik didasarkan kepada “wajah Indonesia” yang memang terhormat dan membanggakan.

Saya jadi teringat sebuah kejadian sekitar pertengahan 1996 silam. Saat itu Prof. Dr. Habibie selaku Menteri Riset dan Teknologi melakukan presentasi di Jeddah kepada para pebisnis Arab Saudi mengenai proyek pesawat terbang yang dirintisnya. Berbagai pertanyaan dijawab secara tuntas, kecuali dua: Pertama, kalau Indonesia demikian maju dalam proyek-proyek teknologi, kenapa masih berkeliaran warga Indonesia mencari kerjaan di Arab Saudi? Kedua, apa proyek ini nantinya tidak akan terjatuh ke dalam kungkungan tangan-tangan koruptor?

Menanggapi pertanyaan itu, pak Habibie tersenyum sinis sambil membelalakkan bola matanya sambil menengok kiri kanan.

Saya juga khawatir, perjuangan ke luar untuk menaikkan citra dan meninggikan nama dan peranan, pada akhirnya akan sia-sia karena tidak/kurang dibarengi oleh kesungguhan untuk membenahi diri dalam negeri.

Jika ini terjadi, kita akan menjadi objek pepatah Arab: “Faaqidu as-Syaei laa yu’thi” (seseorang yang tidak memiliki apa-apa, tidak akan memberi apa-apa). Atau mungkin yang lebih berbahaya adalah: “lima taquuluuna ma laa taf’aluun” (kenapa kamu mengatakan apa-apa yang kamu tidak lakukan?). Semoga tidak!.

penyelesaian konflik malaysian dan indonesia

Dimulai dengan konfrontasi Indonesia-Malaysia yang berawal dari perang mengenai Kalimantan Utara antara kedua negara pada 1962-1966. Perang ini berawal dari keinginan Malaysia untuk menggabungkan Brunei, Sabah dan Sarawak dengan Persekutuan Tanah Melayu pada 1961.

Keinginan itu ditentang oleh Presiden Soekarno yang menganggap Malaysia sebagai “boneka” Inggris dan kekuatan barat. TNI sempat menyeruak masuk dan menyerang Malaysia.

Namun, perlawanan Proklamator RI terhadap kekuatan barat tersebut tidak berlangsung lama, karena hanya berselang 5 tahun yakni pada 1966, kekuasaannya akhirnya digulingkan. Presiden Soeharto yang kemudian menggantikan dan memimpin Indonesia berhasil meredam konflik yang terjadi.

Dalam sebuah pertemuan di Bangkok pada 28 Mei 1966, kedua negara mengumumkan langkah-langkah penyelesaian konflik. Selanjutnya, fase booming minyak yang terjadi membuat negara-negara tetangga memandang tinggi Indonesia, apalagi ditambah dengan keberhasilan meraih pertumbuhan ekonomi tertinggi di ASEAN mencapai angka di atas 10%, membuat tidak banyak yang berani mengusik bumi pertiwi.

Sayangnya, pengelolaan perekonomian negara yang amburadul membuat pembangunan yang telah dicapai mengalami setback. Beban utang yang tidak dikelola dengan baik akhirnya menjerat dan membuat kondisi bangsa terpuruk. Setelah era reformasi, berbagai masalah yang sebelumnya tidak banyak terekspose, terus bermunculan.

Untuk menanggulanginya, pemerintah kedua negara bahkan sepakat membentuk EPG (eminent persons group). Kelompok yang berisikan tokoh-tokoh sepuh kedua negara bertujuan menjaga hubungan baik RI-Malaysia. Namun pemahaman terhadap akar permasalahan yang sebenarnya terjadi, membuat proses mencari solusi tersebut ibarat menegakkan benang basah.

pkn 1

Latar belakang

Pada 1961, Kalimantan dibagi menjadi empat administrasi. Kalimantan, sebuah provinsi di Indonesia, terletak di selatan Kalimantan. Di utara adalah Kerajaan Brunei dan dua koloni Inggris; Sarawak dan Britania Borneo Utara, kemudian dinamakan Sabah. Sebagai bagian dari penarikannya dari koloninya di Asia Tenggara, Inggris mencoba menggabungkan koloninya di Kalimantan dengan Semenanjung Malaya untuk membentuk Malaysia.

Rencana ini ditentang oleh Pemerintahan Indonesia; Presiden Soekarno berpendapat bahwa Malaysia hanya sebuah boneka Inggris, dan konsolidasi Malaysia hanya akan menambah kontrol Inggris di kawasan ini, sehingga mengancam kemerdekaan Indonesia. Filipina juga membuat klaim atas Sabah, dengan alasan daerah itu memiliki hubungan sejarah dengan Filipina melalui Kesultanan Sulu.

Di Brunei, Tentara Nasional Kalimantan Utara (TNKU) memberontak pada 8 Desember 1962. Mereka mencoba menangkap Sultan Brunei, ladang minyak dan sandera orang Eropa. Sultan lolos dan meminta pertolongan Inggris. Dia menerima pasukan Inggris dan Gurkha dari Singapura. Pada 16 Desember, Komando Timur Jauh Inggris (British Far Eastern Command) mengklaim bahwa seluruh pusat pemberontakan utama telah diatasi, dan pada 17 April 1963, pemimpin pemberontakan ditangkap dan pemberontakan berakhir.

Filipina dan Indonesia resminya setuju untuk menerima pembentukan Malaysia apabila mayoritas di daerah yang ribut memilihnya dalam sebuah referendum yang diorganisasi oleh PBB. Tetapi, pada 16 September, sebelum hasil dari pemilihan dilaporkan. Malaysia melihat pembentukan federasi ini sebagai masalah dalam negeri, tanpa tempat untuk turut campur orang luar, tetapi pemimpin Indonesia melihat hal ini sebagai perjanjian yang dilanggar dan sebagai bukti imperialisme Inggris.

Sejak demonstrasi anti-Indonesia di Kuala Lumpur, ketika para demonstran menyerbu gedung KBRI, merobek-robek foto Soekarno, membawa lambang negara Garuda Pancasila ke hadapan Tunku Abdul RahmanPerdana Menteri Malaysia saat itu—dan memaksanya untuk menginjak Garuda, amarah Soekarno terhadap Malaysia pun meledak.

Soekarno yang murka karena hal itu mengutuk tindakan demonstrasi anti-Indonesian yang menginjak-injak lambang negara Indonesia[1] dan ingin melakukan balas dendam dengan melancarkan gerakan yang terkenal dengan nama Ganyang Malaysia. Soekarno memproklamirkan gerakan Ganyang Malaysia melalui pidato beliau yang amat bersejarah, berikut ini:

Kalau kita lapar itu biasa
Kalau kita malu itu juga biasa
Namun kalau kita lapar atau malu itu karena Malaysia, kurang ajar!

Kerahkan pasukan ke Kalimantan hajar cecunguk Malayan itu!
Pukul dan sikat jangan sampai tanah dan udara kita diinjak-injak oleh Malaysian keparat itu

Doakan aku, aku kan berangkat ke medan juang sebagai patriot Bangsa, sebagai martir Bangsa dan sebagai peluru Bangsa yang tak mau diinjak-injak harga dirinya.

Serukan serukan keseluruh pelosok negeri bahwa kita akan bersatu untuk melawan kehinaan ini kita akan membalas perlakuan ini dan kita tunjukkan bahwa kita masih memiliki Gigi yang kuat dan kita juga masih memiliki martabat.

Yoo…ayoo… kita… Ganjang…
Ganjang… Malaysia
Ganjang… Malaysia
Bulatkan tekad
Semangat kita badja
Peluru kita banjak
Njawa kita banjak
Bila perlu satoe-satoe!

Soekarno.

Perang

Pada 20 Januari 1963, Menteri Luar Negeri Indonesia Soebandrio mengumumkan bahwa Indonesia mengambil sikap bermusuhan terhadap Malaysia. Pada 12 April, sukarelawan Indonesia (sepertinya pasukan militer tidak resmi) mulai memasuki Sarawak dan Sabah untuk menyebar propaganda dan melaksanakan penyerangan dan sabotase. Tanggal 3 Mei 1963 di sebuah rapat raksasa yang digelar di Jakarta, Presiden Sukarno mengumumkan perintah Dwi Komando Rakyat (Dwikora) yang isinya:

  • Pertinggi ketahanan revolusi Indonesia
  • Bantu perjuangan revolusioner rakyat Malaya, Singapura, Sarawak dan Sabah, untuk menghancurkan Malaysia

Pada 27 Juli, Sukarno mengumumkan bahwa dia akan meng-“ganyang Malaysia”. Pada 16 Agustus, pasukan dari Rejimen Askar Melayu DiRaja berhadapan dengan lima puluh gerilyawan Indonesia.

Meskipun Filipina tidak turut serta dalam perang, mereka memutuskan hubungan diplomatik dengan Malaysia.

Federasi Malaysia resmi dibentuk pada 16 September 1963. Brunei menolak bergabung dan Singapura keluar di kemudian hari.

Ketegangan berkembang di kedua belah pihak Selat Malaka. Dua hari kemudian para kerusuhan membakar kedutaan Britania di Jakarta. Beberapa ratus perusuh merebut kedutaan Singapura di Jakarta dan juga rumah diplomat Singapura. Di Malaysia, agen Indonesia ditangkap dan massa menyerang kedutaan Indonesia di Kuala Lumpur.

Di sepanjang perbatasan di Kalimantan, terjadi peperangan perbatasan; pasukan Indonesia dan pasukan tak resminya mencoba menduduki Sarawak dan Sabah, dengan tanpa hasil.

Pada 1964 pasukan Indonesia mulai menyerang wilayah di Semenanjung Malaya. Di bulan Mei dibentuk Komando Siaga yang bertugas untuk mengkoordinir kegiatan perang terhadap Malaysia (Operasi Dwikora). Komando ini kemudian berubah menjadi Komando Mandala Siaga (Kolaga). Kolaga dipimpin oleh Laksdya Udara Omar Dani sebagai Pangkolaga. Kolaga sendiri terdiri dari tiga Komando, yaitu Komando Tempur Satu (Kopurtu) berkedudukan di Sumatera yang terdiri dari 12 Batalyon TNI-AD, termasuk tiga Batalyon Para dan satu batalyon KKO. Komando ini sasaran operasinya Semenanjung Malaya dan dipimpin oleh Brigjen Kemal Idris sebaga Pangkopur-I. Komando Tempur Dua (Kopurda) berkedudukan di Bengkayang, Kalimantan Barat dan terdiri dari 13 Batalyon yang berasal dari unsur KKO, AURI, dan RPKAD. Komando ini dipimpin Brigjen Soepardjo sebagai Pangkopur-II. Komando ketiga adalah Komando Armada Siaga yang terdiri dari unsur TNI-AL dan juga KKO. Komando ini dilengkapi dengan Brigade Pendarat dan beroperasi di perbatasan Riau dan Kalimantan Timur.

Di bulan Agustus, enam belas agen bersenjata Indonesia ditangkap di Johor. Aktivitas Angkatan Bersenjata Indonesia di perbatasan juga meningkat. Tentera Laut DiRaja Malaysia mengerahkan pasukannya untuk mempertahankan Malaysia. Tentera Malaysia hanya sedikit saja yang diturunkan dan harus bergantung pada pos perbatasan dan pengawasan unit komando. Misi utama mereka adalah untuk mencegah masuknya pasukan Indonesia ke Malaysia. Sebagian besar pihak yang terlibat konflik senjata dengan Indonesia adalah Inggris dan Australia, terutama pasukan khusus mereka yaitu Special Air Service(SAS). Tercatat sekitar 2000 pasukan khusus Indonesia (Kopassus) tewas dan 200 pasukan khusus Inggris/Australia (SAS) juga tewas setelah bertempur di belantara kalimantan (Majalah Angkasa Edisi 2006).

Pada 17 Agustus pasukan terjun payung mendarat di pantai barat daya Johor dan mencoba membentuk pasukan gerilya. Pada 2 September 1964 pasukan terjun payung didaratkan di Labis, Johor. Pada 29 Oktober, 52 tentara mendarat di Pontian di perbatasan Johor-Malaka dan ditangkap oleh pasukan Resimen Askar Melayu DiRaja dan Selandia Baru dan bakinya ditangkap oleh Pasukan Gerak Umum Kepolisian Kerajaan Malaysia di Batu 20, Muar, Johor.

Ketika PBB menerima Malaysia sebagai anggota tidak tetap. Sukarno menarik Indonesia dari PBB pada tanggal 20 Januari 1965 dan mencoba membentuk Konferensi Kekuatan Baru (Conference of New Emerging Forces, Conefo) sebagai alternatif.

Sebagai tandingan Olimpiade, Soekarno bahkan menyelenggarakan GANEFO (Games of the New Emerging Forces) yang diselenggarakan di Senayan, Jakarta pada 1022 November 1963. Pesta olahraga ini diikuti oleh 2.250 atlet dari 48 negara di Asia, Afrika, Eropa dan Amerika Selatan, serta diliput sekitar 500 wartawan asing.

Pada Januari 1965, Australia setuju untuk mengirimkan pasukan ke Kalimantan setelah menerima banyak permintaan dari Malaysia. Pasukan Australia menurunkan 3 Resimen Kerajaan Australia dan Resimen Australian Special Air Service. Ada sekitar empat belas ribu pasukan Inggris dan Persemakmuran di Australia pada saat itu. Secara resmi, pasukan Inggris dan Australia tidak dapat mengikuti penyerang melalu perbatasan Indonesia. Tetapi, unit seperti Special Air Service, baik Inggris maupun Australia, masuk secara rahasia (lihat Operasi Claret). Australia mengakui penerobosan ini pada 1996.

Pada pertengahan 1965, Indonesia mulai menggunakan pasukan resminya. Pada 28 Juni, mereka menyeberangi perbatasan masuk ke timur Pulau Sebatik dekat Tawau, Sabah dan berhadapan dengan Resimen Askar Melayu Di Raja dan Kepolisian North Borneo Armed Constabulary.

Pada 1 Juli 1965, militer Indonesia yang berkekuatan kurang lebih 5000 orang melabrak pangkalan Angkatan Laut Malaysia di Sampurna. Serangan dan pengepungan terus dilakukan hingga 8 September namun gagal. Pasukan Indonesia mundur dan tidak penah menginjakkan kaki lagi di bumi Malaysia. Peristiwa ini dikenal dengan “Pengepungan 68 Hari” oleh warga Malaysia.

[sunting] Akhir konfrontasi

Menjelang akhir 1965, Jendral Soeharto memegang kekuasaan di Indonesia setelah berlangsungnya G30S/PKI. Oleh karena konflik domestik ini, keinginan Indonesia untuk meneruskan perang dengan Malaysia menjadi berkurang dan peperangan pun mereda.

Pada 28 Mei 1966 di sebuah konferensi di Bangkok, Kerajaan Malaysia dan pemerintah Indonesia mengumumkan penyelesaian konflik. Kekerasan berakhir bulan Juni, dan perjanjian perdamaian ditandatangani pada 11 Agustus dan diresmikan dua hari kemudian.

tugas 1

INDONESIA MASA DEMOKRASI LIBERAL (1950-1959)

where are u

A. KABINET MASA DEMOKRASI LIBERAL

a. KABINET NATSIR (6 September 1950 – 21 Maret 1951)

Merupakan kabinet koalisi yang dipimpin oleh partai Masyumi.

Dipimpin Oleh : Muhammad Natsir

Program :

1. Menggiatkan usaha keamanan dan ketentraman.

2. Mencapai konsolidasi dan menyempurnakan susunan pemerintahan.

3. Menyempurnakan organisasi Angkatan Perang.

4. Mengembangkan dan memperkuat ekonomi rakyat.

5. Memperjuangkan penyelesaian masalah Irian Barat.

Hasil :

Berlangsung perundingan antara Indonesia-Belanda untuk pertama kalinya mengenai masalah Irian Barat.

Kendala/ Masalah yang dihadapi :

– Upaya memperjuangkan masalah Irian Barat dengan Belanda mengalami jalan buntu (kegagalan).

– Timbul masalah keamanan dalam negeri yaitu terjadi pemberontakan hampir di seluruh wilayah Indonesia, seperti Gerakan DI/TII, Gerakan Andi Azis, Gerakan APRA, Gerakan RMS.

Berakhirnya kekuasaan kabinet :

Adanya mosi tidak percaya dari PNI menyangkut pencabutan Peraturan Pemerintah mengenai DPRD dan DPRDS. PNI menganggap peraturan pemerintah No. 39 th 1950 mengenai DPRD terlalu menguntungkan Masyumi. Mosi tersebut disetujui parlemen sehingga Natsir harus mengembalikan mandatnya kepada Presiden.

b. KABINET SUKIMAN (27 April 1951 – 3 April 1952)

Merupakan kabinet koalisi antara Masyumi dan PNI.

Dipimpin Oleh: Sukiman Wiryosanjoyo

Program :

1. Menjamin keamanan dan ketentraman

2. Mengusahakan kemakmuran rakyat dan memperbaharui hukum agraria agar sesuai dengan kepentingan petani.

3. Mempercepat persiapan pemilihan umum.

4. Menjalankan politik luar negeri secara bebas aktif serta memasukkan Irian Barat ke dalam wilayah RI secepatnya.

Hasil :

Tidak terlalu berarti sebab programnya melanjtkan program Natsir hanya saja terjadi perubahan skala prioritas dalam pelaksanaan programnya, seperti awalnya program Menggiatkan usaha keamanan dan ketentraman selanjutnya diprioritaskan untuk menjamin keamanan dan ketentraman

Kendala/ Masalah yang dihadapi :

· Adanya Pertukaran Nota Keuangan antara Mentri Luar Negeri Indonesia Soebardjo dengan Duta Besar Amerika Serikat Merle Cochran. Mengenai pemberian bantuan ekonomi dan militer dari pemerintah Amerika kepada Indonesia berdasarkan ikatan Mutual Security Act (MSA). Dimana dalam MSA terdapat pembatasan kebebasan politik luar negeri RI karena RI diwajibkan memperhatiakan kepentingan Amerika.

Tindakan Sukiman tersebut dipandang telah melanggar politik luar negara Indonesia yang bebas aktif karena lebih condong ke blok barat bahkan dinilai telah memasukkan Indonesia ke dalam blok barat.

· Adanya krisis moral yang ditandai dengan munculnya korupsi yang terjadi pada setiap lembaga pemerintahan dan kegemaran akan barang-barang mewah.

· Masalah Irian barat belum juga teratasi.

· Hubungan Sukiman dengan militer kurang baik tampak dengan kurang tegasnya tindakan pemerintah menghadapi pemberontakan di Jawa Barat, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan.

Berakhirnya kekuasaan kabinet :

Muncul pertentangan dari Masyumi dan PNI atas tindakan Sukiman sehingga mereka menarik dukungannya pada kabinet tersebut. DPR akhirnya menggugat Sukiman dan terpaksa Sukiman harus mengembalikan mandatnya kepada presiden.

c. KABINET WILOPO (3 April 1952 – 3 Juni 1953)

Kabinet ini merupakan zaken kabinet yaitu kabinet yang terdiri dari para pakar yang ahli dalam biangnya.

Dipimpin Oleh : Mr. Wilopo

Program :

1. Program dalam negeri : Menyelenggarakan pemilihan umum (konstituante, DPR, dan DPRD), meningkatkan kemakmuran rakyat, meningkatkan pendidikan rakyat, dan pemulihan keamanan.

2. Program luar negeri : Penyelesaian masalah hubungan Indonesia-Belanda, Pengembalian Irian Barat ke pangkuan Indonesia, serta menjalankan politik luar negeri yang bebas-aktif.

Hasil : –

Kendala/ Masalah yang dihadapi :

ü Adanya kondisi krisis ekonomi yang disebabkan karena jatuhnya harga barang-barang eksport Indonesia sementara kebutuhan impor terus meningkat.

ü Terjadi defisit kas negara karena penerimaan negara yang berkurang banyak terlebih setelah terjadi penurunana hasil panen sehingga membutuhkan biaya besar untuk mengimport beras.

ü Munculnya gerakan sparatisme dan sikap provinsialisme yang mengancam keutuhan bangsa. Semua itu disebabkan karena rasa ketidakpuasan akibat alokasi dana dari pusat ke daerah yang tidak seimbang.

ü Terjadi peristiwa 17 Oktober 1952. Merupakan upaya pemerintah untuk menempatkan TNI sebagai alat sipil sehingga muncul sikap tidak senang dikalangan partai politik sebab dipandang akan membahayakan kedudukannya. Peristiwa ini diperkuat dengan munculnya masalah intern dalam TNI sendiri yang berhubungan dengan kebijakan KSAD A.H Nasution yang ditentang oleh Kolonel Bambang Supeno sehingga ia mengirim petisi mengenai penggantian KSAD kepada menteri pertahanan yang dikirim ke seksi pertahanan parlemen sehingga menimbulkan perdebatan dalam parlemen. Konflik semakin diperparah dengan adanya surat yang menjelekkan kebijakan Kolonel Gatot Subroto dalam memulihkan keamanana di Sulawesi Selatan.

Keadaan ini menyebabkan muncul demonstrasi di berbagai daerah menuntut dibubarkannya parlemen. Sementara itu TNI-AD yang dipimpin Nasution menghadap presiden dan menyarankan agar parlemen dibubarkan. Tetapi saran tersebut ditolak.

Muncullah mosi tidak percaya dan menuntut diadakan reformasi dan reorganisasi angkatan perang dan mengecam kebijakan KSAD.

Inti peristiwa ini adalah gerakan sejumlah perwira angkatan darat guna menekan Sukarno agar membubarkan kabinet.

ü Munculnya peristiwa Tanjung Morawa mengenai persoalan tanah perkebunan di Sumatera Timur (Deli). Sesuai dengan perjanjian KMB pemerintah mengizinkan pengusaha asing untuk kembali ke Indonesia dan memiliki tanah-tanah perkebunan. Tanah perkebunan di Deli yang telah ditinggalkan pemiliknya selama masa Jepang telah digarap oleh para petani di Sumatera Utara dan dianggap miliknya. Sehingga pada tanggal 16 Maret 1953 muncullah aksi kekerasan untuk mengusir para petani liar Indonesia yang dianggap telah mengerjakan tanah tanpa izin tersebut. Para petani tidak mau pergi sebab telah dihasut oleh PKI. Akibatnya terjadi bentrokan senjata dan beberapa petani terbunuh.

Intinya peristiwa Tanjung Morawa merupakan peristiwa bentrokan antara aparat kepolisian dengan para petani liar mengenai persoalan tanah perkebunan di Sumatera Timur (Deli).

Berakhirnya kekuasaan kabinet :

Akibat peristiwa Tanjung Morawa muncullah mosi tidak percaya dari Serikat Tani Indonesia terhadap kabinet Wilopo. Sehingga Wilopo harus mengembalikan mandatnya pada presiden.

d. KABINET ALI SASTROAMIJOYO I (31 Juli 1953 – 12 Agustus 1955)

Kabinet ini merupakan koalisi antara PNI dan NU.

Dipimpin Oleh : Mr. Ali Sastroamijoyo

Program :

1. Meningkatkan keamanan dan kemakmuran serta segera menyelenggarakan Pemilu.

2. Pembebasan Irian Barat secepatnya.

3. Pelaksanaan politik bebas-aktif dan peninjauan kembali persetujuan KMB.

4. Penyelesaian Pertikaian politik

Hasil :

· Persiapan Pemilihan Umum untuk memilih anggota parlemen yang akan diselenggarakan pada 29 September 1955.

· Menyelenggarakan Konferensi Asia-Afrika tahun 1955.

Kendala/ Masalah yang dihadapi :

ü Menghadapi masalah keamanan di daerah yang belum juga dapat terselesaikan, seperti DI/TII di Jawa Barat, Sulawesi Selatan, dan Aceh.

ü Terjadi peristiwa 27 Juni 1955 suatu peristiwa yang menunjukkan adanya kemelut dalam tubuh TNI-AD. Masalah TNI –AD yang merupakan kelanjutan dari Peristiwa 17 Oktober 1952. Bambang Sugeng sebagai Kepala Staf AD mengajukan permohonan berhenti dan disetujui oleh kabinet. Sebagai gantinya mentri pertahanan menunjuk Kolonel Bambang Utoyo tetapi panglima AD menolak pemimpin baru tersebut karena proses pengangkatannya dianggap tidak menghiraukan norma-norma yang berlaku di lingkungan TNI-AD. Bahkan ketika terjadi upacara pelantikan pada 27 Juni 1955 tidak seorangpun panglima tinggi yang hadir meskipun mereka berada di Jakarta. Wakil KSAD-pun menolak melakukan serah terima dengan KSAD baru.

ü Keadaan ekonomi yang semakin memburuk, maraknya korupsi, dan inflasi yang menunjukkan gejala membahayakan.

ü Memudarnya kepercayaan rakyat terhadap pemerintah.

ü Munculnya konflik antara PNI dan NU yang menyebabkkan, NU memutuskan untuk menarik kembali menteri-mentrinya pada tanggal 20 Juli 1955 yang diikuti oleh partai lainnya.

Berakhirnya kekuasaan kabinet :

Nu menarik dukungan dan menterinya dari kabinet sehingga keretakan dalam kabinetnya inilah yang memaksa Ali harus mengembalikan mandatnya pada presiden.

e. KABINET BURHANUDDIN HARAHAP (12 Agustus 1955 – 3 Maret 1956)

Dipimpin Oleh : Burhanuddin Harahap

Program :

1. Mengembalikan kewibawaan pemerintah, yaitu mengembalikan kepercayaan Angkatan Darat dan masyarakat kepada pemerintah.

2. Melaksanakan pemilihan umum menurut rencana yang sudah ditetapkan dan mempercepat terbentuknya parlemen baru

3. Masalah desentralisasi, inflasi, pemberantasan korupsi

4. Perjuangan pengembalian Irian Barat

5. Politik Kerjasama Asia-Afrika berdasarkan politik luar negeri bebas aktif.

Hasil :

ü Penyelenggaraan pemilu pertama yang demokratis pada 29 September 1955 (memilih anggota DPR) dan 15 Desember 1955 (memilih konstituante). Terdapat 70 partai politik yang mendaftar tetapi hanya 27 partai yang lolos seleksi. Menghasilkan 4 partai politik besar yang memperoleh suara terbanyak, yaitu PNI, NU, Masyumi, dan PKI.

ü Perjuangan Diplomasi Menyelesaikan masalah Irian Barat dengan pembubaran Uni Indonesia-Belanda.

ü Pemberantasan korupsi dengan menangkap para pejabat tinggi yang dilakukan oleh polisi militer.

ü Terbinanya hubungan antara Angkatan Darat dengan Kabinet Burhanuddin.

ü Menyelesaikan masalah peristiwa 27 Juni 1955 dengan mengangkat Kolonel AH Nasution sebagai Staf Angkatan Darat pada 28 Oktober 1955.

Kendala/ Masalah yang dihadapi :

Banyaknya mutasi dalam lingkungan pemerintahan dianggap menimbulkan ketidaktenangan.

Berakhirnya kekuasaan kabinet :

Dengan berakhirnya pemilu maka tugas kabinet Burhanuddin dianggap selesai. Pemilu tidak menghasilkan dukungan yang cukup terhadap kabinet sehingga kabinetpun jatuh. Akan dibentuk kabinet baru yang harus bertanggungjawab pada parlemen yang baru pula.

f. KABINET ALI SASTROAMIJOYO II (20 Maret 1956 – 4 Maret 1957)

Kabinet ini merupakan hasil koalisi 3 partai yaitu PNI, Masyumi, dan NU.

Dipimpin Oleh : Ali Sastroamijoyo

Program :

Program kabinet ini disebut Rencana Pembangunan Lima Tahun yang memuat program jangka panjang, sebagai berikut.

1. Perjuangan pengembalian Irian Barat

2. Pembentukan daerah-daerah otonomi dan mempercepat terbentuknya anggota-anggota DPRD.

3. Mengusahakan perbaikan nasib kaum buruh dan pegawai.

4. Menyehatkan perimbangan keuangan negara.

5. Mewujudkan perubahan ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional berdasarkan kepentingan rakyat.

Selain itu program pokoknya adalah,

· Pembatalan KMB,

· Pemulihan keamanan dan ketertiban, pembangunan lima tahun, menjalankan politik luar negeri bebas aktif,

· Melaksanakan keputusan KAA.

Hasil :

Mendapat dukungan penuh dari presiden dan dianggap sebagai titik tolak dari periode planning and investment, hasilnya adalah Pembatalan seluruh perjanjian KMB.

Kendala/ Masalah yang dihadapi :

ü Berkobarnya semangat anti Cina di masyarakat.

ü Muncul pergolakan/kekacauan di daerah yang semakin menguat dan mengarah pada gerakan sparatisme dengan pembentukan dewan militer seperti Dewan Banteng di Sumatera Tengah, Dewan Gajah di Sumatera Utara, Dewan Garuda di Sumatra Selatan, Dewan Lambung Mangkurat di Kalimantan Selatan, dan Dewan Manguni di Sulawesi Utara.

ü Memuncaknya krisis di berbagai daerah karena pemerintah pusat dianggap mengabaikan pembangunan di daerahnya.

ü Pembatalan KMB oleh presiden menimbulkan masalah baru khususnya mengenai nasib modal pengusaha Belanda di Indonesia. Banyak pengusaha Belanda yang menjual perusahaannya pada orang Cina karena memang merekalah yang kuat ekonominya. Muncullah peraturan yang dapat melindungi pengusaha nasional.

ü Timbulnya perpecahan antara Masyumi dan PNI. Masyumi menghendaki agar Ali Sastroamijoyo menyerahkan mandatnya sesuai tuntutan daerah, sedangkan PNI berpendapat bahwa mengembalikan mandat berarti meninggalkan asas demokrasi dan parlementer.

Berakhirnya kekuasaan kabinet :

Mundurnya sejumlah menteri dari Masyumi membuat kabinet hasil Pemilu I ini jatuh dan menyerahkan mandatnya pada presiden.

g. KABINET DJUANDA ( 9 April 1957- 5 Juli 1959)

Kabinet ini merupakan zaken kabinet yaitu kabinet yang terdiri dari para pakar yang ahli dalam bidangnya. Dibentuk karena Kegagalan konstituante dalam menyusun Undang-undang Dasar pengganti UUDS 1950. Serta terjadinya perebutan kekuasaan antara partai politik.

Dipimpin Oleh : Ir. Juanda

Program :

Programnya disebut Panca Karya sehingga sering juga disebut sebagai Kabinet Karya, programnya yaitu :

· Membentuk Dewan Nasional

· Normalisasi keadaan Republik Indonesia

· Melancarkan pelaksanaan Pembatalan KMB

· Perjuangan pengembalian Irian Jaya

· Mempergiat/mempercepat proses Pembangunan

Semua itu dilakukan untuk menghadapi pergolakan yang terjadi di daerah, perjuangan pengembalian Irian Barat, menghadapi masalah ekonomi serta keuangan yang sangat buruk.

Hasil :

ü Mengatur kembali batas perairan nasional Indonesia melalui Deklarasi Djuanda, yang mengatur mengenai laut pedalaman dan laut teritorial. Melalui deklarasi ini menunjukkan telah terciptanya Kesatuan Wilayah Indonesia dimana lautan dan daratan merupakan satu kesatuan yang utuh dan bulat.

ü Terbentuknya Dewan Nasional sebagai badan yang bertujuan menampung dan menyalurkan pertumbuhan kekuatan yang ada dalam masyarakat dengan presiden sebagai ketuanya. Sebagai titik tolak untuk menegakkan sistem demokrasi terpimpin.

ü Mengadakan Musyawarah Nasional (Munas) untuk meredakan pergolakan di berbagai daerah. Musyawarah ini membahas masalah pembangunan nasional dan daerah, pembangunan angkatan perang, dan pembagian wilayah RI.

ü Diadakan Musyawarah Nasional Pembangunan untuk mengatasi masalah krisis dalam negeri tetapi tidak berhasil dengan baik.

Kendala/ Masalah yang dihadapi :

– Kegagalan Menghadapi pergolakan di daerah sebab pergolakan di daerah semakin meningkat. Hal ini menyebabkan hubungan pusat dan daerah menjadi terhambat. Munculnya pemberontakan seperti PRRI/Permesta.

– Keadaan ekonomi dan keuangan yang semakin buruk sehingga program pemerintah sulit dilaksanakan. Krisis demokrasi liberal mencapai puncaknya.

– Terjadi peristiwa Cikini, yaitu peristiwa percobaan pembunuhan terhadap Presiden Sukarno di depan Perguruan Cikini saat sedang menghadir pesta sekolah tempat putra-purinya bersekolah pada tanggal 30 November 1957. Peristiwa ini menyebabkan keadaan negara semakin memburuk karena mengancam kesatuan negara.

Berakhirnya kekuasaan kabinet :

Berakhir saat presiden Sukarno mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dan mulailah babak baru sejarah RI yaitu Demokrasi Terpimpin.

B. KEADAAN EKONOMI INDONESIA MASA LIBERAL

Meskipun Indonesia telah merdeka tetapi Kondisi Ekonomi Indonesia masih sangat buruk. Upaya untuk mengubah stuktur ekonomi kolonial ke ekonomi nasional yang sesuai dengan jiwa bangsa Indonesia berjalan tersendat-sendat.

Faktor yang menyebabkan keadaan ekonomi tersendat adalah sebagai berikut.

1. Setelah pengakuan kedaulatan dari Belanda pada tanggal 27 Desember 1949, bangsa Indonesia menanggung beban ekonomi dan keuangan seperti yang telah ditetapkan dalam KMB. Beban tersebut berupa hutang luar negeri sebesar 1,5 Triliun rupiah dan utang dalam negeri sejumlah 2,8 Triliun rupiah.

2. Defisit yang harus ditanggung oleh Pemerintah pada waktu itu sebesar 5,1 Miliar.

3. Indonesia hanya mengandalkan satu jenis ekspor terutama hasil bumi yaitu pertanian dan perkebunan sehingga apabila permintaan ekspor dari sektor itu berkurang akan memukul perekonomian Indonesia.

4. Politik keuangan Pemerintah Indonesia tidak di buat di Indonesia melainkan dirancang oleh Belanda.

5. Pemerintah Belanda tidak mewarisi nilai-nilai yang cukup untuk mengubah sistem ekonomi kolonial menjadi sistem ekonomi nasional.

6. Belum memiliki pengalaman untuk menata ekonomi secara baik, belum memiliki tenaga ahli dan dana yang diperlukan secara memadai.

7. Situasi keamanan dalam negeri yang tidak menguntungkan berhubung banyaknya pemberontakan dan gerakan sparatisisme di berbagai daerah di wilayah Indonesia.

8. Tidak stabilnya situasi politik dalam negeri mengakibatkan pengeluaran pemerintah untuk operasi-operasi keamanan semakin meningkat.

9. Kabinet terlalu sering berganti menyebabakan program-program kabinet yang telah direncanakan tidak dapat dilaksanakan, sementara program baru mulai dirancang.

10. Angka pertumbuhan jumlah penduduk yang besar.

Masalah jangka pendek yang harus dihadapi pemerintah adalah :

1. Mengurangi jumlah uang yang beredar

2. Mengatasi Kenaikan biaya hidup.

Sementara masalah jangka panjang yang harus dihadapi adalah :

1. Pertambahan penduduk dan tingkat kesejahteraan penduduk yang rendah.

C. KEBIJAKAN PEMERINTAH UNTUK MENGATASI MASALAH EKONOMI MASA LIBERAL

Kehidupan ekonomi Indonesia hingga tahun 1959 belum berhasil dengan baik dan tantangan yang menghadangnya cukup berat. Upaya pemerintah untuk memperbaiki kondisi ekonomi adalah sebagai berikut.

1. Gunting Syafruddin

Kebijakan ini adalah Pemotongan nilai uang (sanering). Caranya memotong semua uang yang bernilai Rp. 2,50 ke atas hingga nilainya tinggal setengahnya.

Kebijakan ini dilakukan oleh Menteri Keuangan Syafruddin Prawiranegara pada masa pemerintahan RIS. Tindakan ini dilakukan pada tanggal 20 Maret 1950 berdasarkan SK Menteri Nomor 1 PU tanggal 19 Maret 1950

Tujuannya untuk menanggulangi defisit anggaran sebesar Rp. 5,1 Miliar.

Dampaknya rakyat kecil tidak dirugikan karena yang memiliki uang Rp. 2,50 ke atas hanya orang-orang kelas menengah dan kelas atas. Dengan kebijakan ini dapat mengurangi jumlah uang yang beredar dan pemerintah mendapat kepercayaan dari pemerintah Belanda dengan mendapat pinjaman sebesar Rp. 200 juta.

2. Sistem Ekonomi Gerakan Benteng

Sistem ekonomi Gerakan Benteng merupakan usaha pemerintah Republik Indonesia untuk mengubah struktur ekonomi yang berat sebelah yang dilakukan pada masa Kabinet Natsir yang direncanakan oleh Sumitro Joyohadikusumo (menteri perdagangan). Program ini bertujuan untuk mengubah struktur ekonomi kolonial menjadi struktur ekonomi nasional (pembangunan ekonomi Indonesia). Programnya :

Menumbuhkan kelas pengusaha dikalangan bangsa Indonesia.

Para pengusaha Indonesia yang bermodal lemah perlu diberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam pembangunan ekonomi nasional.

Para pengusaha Indonesia yang bermodal lemah perlu dibimbing dan diberikan bantuan kredit.

Para pengusaha pribumi diharapkan secara bertahap akan berkembang menjadi maju.

Gagasan Sumitro ini dituangkan dalam program Kabinet Natsir dan Program Gerakan Benteng dimulai pada April 1950. Hasilnya selama 3 tahun (1950-1953) lebih kurang 700 perusahaan bangsa Indonesia menerima bantuan kredit dari program ini. Tetapi tujuan program ini tidak dapat tercapai dengan baik meskipun beban keuangan pemerintah semakin besar. Kegagalan program ini disebabkan karena :

Para pengusaha pribumi tidak dapat bersaing dengan pengusaha non pribumi dalam kerangka sistem ekonomi liberal.

Para pengusaha pribumi memiliki mentalitas yang cenderung konsumtif.

Para pengusaha pribumi sangat tergantung pada pemerintah.

Para pengusaha kurang mandiri untuk mengembangkan usahanya.

Para pengusaha ingin cepat mendapatkan keuntungan besar dan menikmati cara hidup mewah.

Para pengusaha menyalahgunakan kebijakan dengan mencari keuntungan secara cepat dari kredit yang mereka peroleh.

Dampaknya program ini menjadi salah satu sumber defisit keuangan. Beban defisit anggaran Belanja pada 1952 sebanyak 3 Miliar rupiah ditambah sisa defisit anggaran tahun sebelumnya sebesar 1,7 miliar rupiah. Sehingga menteri keuangan Jusuf Wibisono memberikan bantuan kredit khususnya pada pengusaha dan pedagang nasional dari golongan ekonomi lemah sehingga masih terdapat para pengusaha pribumi sebagai produsen yang dapat menghemat devisa dengan mengurangi volume impor.

3. Nasionalisasi De Javasche Bank

Seiring meningkatnya rasa nasionalisme maka pada akhir tahun 1951 pemerintah Indonesia melakukan nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia. Awalnya terdapat peraturan bahwa mengenai pemberian kredi tharus dikonsultasikan pada pemerintah Belanda. Hal ini menghambat pemerintah dalam menjalankan kebijakan ekonomi dan moneter.

Tujuannya adalah untuk menaikkan pendapatan dan menurunkan biaya ekspor, serta melakukan penghematan secara drastis.

Perubahan mengenai nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia sebagai bank sentral dan bank sirkulasi diumumkan pada tanggal 15 Desember 1951 berdasarkan Undang-undang No. 24 tahun 1951.

4. Sistem Ekonomi Ali-Baba

Sistem ekonomi Ali-Baba diprakarsai oleh Iskaq Tjokrohadisurjo (mentri perekonomian kabinet Ali I). Tujuan dari program ini adalah

· Untuk memajukan pengusaha pribumi.

· Agar para pengusaha pribumi Bekerjasama memajukan ekonomi nasional.

· Pertumbuhan dan perkembangan pengusaha swasta nasional pribumi dalam rangka merombak ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional.

· Memajukan ekonomi Indonesia perlu adanya kerjasama antara pengusaha pribumi dan non pribumi.

Ali digambarkan sebagai pengusaha pribumi sedangkan Baba digambarkan sebagai pengusaha non pribumi khususnya Cina.

Pelaksanaan kebijakan Ali-Baba,

Pengusaha pribumi diwajibkan untuk memberikan latihan-latihan dan tanggung jawab kepada tenaga-tenaga bangsa Indonesia agar dapat menduduki jabatan-jabatan staf.

Pemerintah menyediakan kredit dan lisensi bagi usaha-usaha swasta nasional

Pemerintah memberikan perlindungan agar mampu bersaing dengan perusahaan-perusahaan asing yang ada.

Program ini tidak dapat berjalan dengan baik sebab:

Pengusaha pribumi kurang pengalaman sehingga hanya dijadikan alat untuk mendapatkan bantuan kredit dari pemerintah. Sedangkan pengusaha non pribumi lebih berpengalaman dalam memperoleh bantuan kredit.

Indonesia menerapkan sistem Liberal sehingga lebih mengutamakan persaingan bebas.

Pengusaha pribumi belum sanggup bersaing dalam pasar bebas.

5. Persaingan Finansial Ekonomi (Finek)

Pada masa Kabinet Burhanudin Harahap dikirim delegasi ke Jenewa untuk merundingkan masalah finansial-ekonomi antara pihak Indonesia dengan pihak Belanda. Misi ini dipimpin oleh Anak Agung Gede Agung. Pada tanggal 7 Januari 1956 dicapai kesepakatan rencana persetujuan Finek, yang berisi :

Persetujuan Finek hasil KMB dibubarkan.

Hubungan Finek Indonesia-Belanda didasarkan atas hubungan bilateral.

Hubungan Finek didasarkan pada Undang-undang Nasional, tidak boleh diikat oleh perjanjian lain antara kedua belah pihak.

Hasilnya pemerintah Belanda tidak mau menandatangani, sehingga Indonesia mengambil langkah secara sepihak. Tanggal 13 Februari1956, Kabinet Burhanuddin Harahap melakukan pembubaran Uni Indonesia-Belanda secara sepihak.

Tujuannya untuk melepaskan diri dari keterikatan ekonomi dengan Belanda. Sehingga, tanggal 3 Mei 1956, akhirnya Presiden Sukarno menandatangani undang-undang pembatalan KMB.

Dampaknya :

Banyak pengusaha Belanda yang menjual perusahaannya, sedangkan pengusaha pribumi belum mampu mengambil alih perusahaan Belanda tersebut.

6. Rencana Pembangunan Lima Tahun (RPLT)

Masa kerja kabinet pada masa liberal yang sangat singkat dan program yang silih berganti menimbulkan ketidakstabilan politik dan ekonomi yang menyebabkan terjadinya kemerosotan ekonomi, inflasi, dan lambatnya pelaksanaan pembangunan.

Program yang dilaksanakan umumnya merupakan program jangka pendek, tetapi pada masa kabinet Ali Sastroamijoyo II, pemerintahan membentuk Badan Perencanaan Pembangunan Nasional yang disebut Biro Perancang Negara. Tugas biro ini merancang pembangunan jangka panjang. Ir. Juanda diangkat sebagai menteri perancang nasional. Biro ini berhasil menyusun Rencana Pembangunan Lima Tahun (RPLT) yang rencananya akan dilaksanakan antara tahun 1956-1961 dan disetujui DPR pada tanggal 11 November 1958. Tahun 1957 sasaran dan prioritas RPLT diubah melalui Musyawarah Nasional Pembangunan (Munap). Pembiayaan RPLT diperkirakan 12,5 miliar rupiah.

RPLT tidak dapat berjalan dengan baik disebabkan karena :

Adanya depresi ekonomi di Amerika Serikat dan Eropa Barat pada akhir tahun 1957 dan awal tahun 1958 mengakibatkan ekspor dan pendapatan negara merosot.

Perjuangan pembebasan Irian Barat dengan melakukan nasionalisasi perusahaan-perusahaan Belanda di Indonesia menimbulkan gejolak ekonomi.

Adanya ketegangan antara pusat dan daerah sehingga banyak daerah yang melaksanakan kebijakan ekonominya masing-masing.

7. Musyawarah Nasional Pembangunan

Masa kabinet Juanda terjadi ketegangan hubungan antara pusat dan daerah. Masalah tersebut untuk sementara waktu dapat teratasi dengan Musayawaraah Nasional Pembangunan (Munap). Tujuan diadakan Munap adalah untuk mengubah rencana pembangunan agar dapat dihasilkan rencana pembangunan yang menyeluruh untuk jangka panjang. Tetapi tetap saja rencana pembangunan tersebut tidak dapat dilaksanakan dengan baik karena :

Adanya kesulitan dalam menentukan skala prioritas.

Terjadi ketegangan politik yang tak dapat diredakan.

Timbul pemberontakan PRRI/Permesta.

Membutuhkan biaya besar untuk menumpas pemberontakan PRRI/ Permesta sehingga meningkatkan defisit Indonesia.

Memuncaknya ketegangan politik Indonesia- Belanda menyangkut masalah Irian Barat mencapai konfrontasi bersenjata.

Studi kasus IV

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A.      Tujuan Operasional Penelitian

Sesuai dengan pertanyaan-pertanyaan penelitian yang diajukan, penelitian ini bertujuan untuk:

  1. memperoleh informasi tentang pengertian dan alasan pengembangan PGMKSBM;
  2. memperoleh informasi tentang  indikator keberhasilan tujuan PGMKSBM;
  3. memperoleh informasi tentang bagaimana difusi inovasi PGMKSBM dilakukan;
  4. memperoleh informasi tentang penyelenggaraan Pendidikan Guru Model Kualifikasi dengan Sistem Belajar Mandiri di Wilayah Banten;
  5. memperoleh iformasi tentang keberhasilan pelaksanaan Pendidikan Guru Model Kualifikasi dengan Sistem Belajar Mandiri; dan
  6. menganalisis faktor-faktor pendukung dan penghambat penyelenggaraan PGMKSBM di Wilayah Banten; dan

 

B.     Metode Penelitian

Sesuai dengan pertanyaan penelitian, maka metode yang tepat untuk penelitian ini adalah studi kasus. Yin (1984), mendefinisikan penelitian studi kasus sebagai penelitian empiris yang menyelidiki suatu fenomena (gejala) kontemporer dalam konteks senyatanya (real-life)  dimana batas-batas antara  fenomena dan konteks tersebut masih belum jelas.[1] Berikut ini adalah alasan digunakanya metode studi kasus berkaitan dengan masalah yang diselidiki dalam penelitian ini:

  1. masalah belajar mandiri merupakan isu kontemporer yang banyak menarik perhatian peneliti untuk mengetahuinya lebih jauh. Disamping itu, pendidikan dengan sistem belajar mandiri yang dilakukan oleh PGMKSBM ini merupakan model inovasi pendidikan yang baru-baru ini dikembangkan untuk memecahkan masalah peningkatan kualifikasi guru di Indonesia. Penyelenggara PGMKSBM sedang membutuhkan masukan-masukan dalam rangka mengembangkan atau meningkatkan kualitas dari model pendidikan ini.
  2. gejala dan konteks yang terjadi dalam penyelenggaraan model pendidikan dengan sistem belajar mandiri tersebut dalam situasi senyatanya belum jelas. Peneliti tidak memanipulasi sedikitpun terhadap gejala yang sudah maupun akan terjadi dalam model pendidikan tersebut.
  3. penelitian ini bertujuan untuk mengungkap beberapa pertanyaan penelitian yang berkaitan dengan “apa”, “mengapa” dan “bagaimana” gejala yang terjadi dalam masalah penelitian ini.
  4. penelitian ini menggunakan berbagai sumber dan teknik pengumpulan data sebagai upaya untuk menjawab pertanyaan penelitian.

C.     Prosedur Penelitian

Langkah-langkah dalam penelitian ini mengikuti tahap-tahap yang direkomendasikan oleh Yin (1994). Yin, seperti dikutip oleh Tellis mengklasifikasikan langkah-langkah penelitian studi kasus ke dalam tiga (3) tahapan seperti berikut ini: [2]

  1. 1. Merancang Studi Kasus

Perancangan studi kasus dilakukan dengan dua langkah, meliputi: 1) pembekalan pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan; dan 2) pengembangan dan pengkajian ulang penelitian.

  1. a. Pembekalan Pengetahuan dan Keterampilan

Untuk langkah ini, Yin menyarankan untuk mengikuti atau menyelenggarakan  pelatihan, terutama apabila penelitian dilakukan secara kelompok (team). Namun, dalam konteks penelitian ini, peneliti mengatasinya dengan cara mengkaji sendiri secara khusus literatur-literatur yang berkaitan dengan studi kasus baik melalui buku atau internet dan mendiskusikannya dengan dosen pembimbing.

b. Pengembangan dan Pengkajian Ulang Penelitian

Dalam rangka pengembangan penelitian, peneliti telah menghubungi salah satu dari pihak penyelenggara PGMKSBM untuk mendapatkan informasi awal. Setelah itu peneliti mengembangkannya kedalam bentuk proposal, seperti terlihat dalam proposal penelitian ini. Sementara itu, pengkajian ulang penelitian yang sedang dikembangkan dilakukan melalui konsultasi dengan pembimbing dan untuk selanjutnya diajukan sebagai makalah kualifikasi.

  1. 2. Melakukan Studi Kasus

Tahap kedua ini terdiri atas tiga (3) langkah, meliputi: 1) penentuan teknik pengumpulan data; 2) penyebaran alat pengumpulan data; dan 3) penganalisisan bukti studi kasus yang terkumpul. Namun, dalam konteks penelitian ini, peneliti menambahkan satu langkah lagi setelah langkah pertama, yaitu penentuan subyek penelitian (informan) dan teknik samplingnya.

  1. a. Penentuan Teknik Pengumpulan Data

Seperti telah diungkapkan diatas, salah satu karakteristik dan kekuatan utama dari studi kasus adalah dimanfaatkanya berbagai sumber dan teknik mengumpulkan data. Yin (1984) mengklasifikasikan enam sumber data yang dapat digunakan dalam penelitian studi kasus, yaitu: dokumen, catatan arsip, wawancara, pengamatan langsung, pengamatan berperanserta, dan bukti fisik.[3] Sebagai konsekuensi dari karakteristik studi kasus tersebut, semua teknik mengumpulkan data yang memungkinkan dan relevan dengan pertanyaan penelitian akan digunakan dalam penelitian ini.

Oleh karenanya, teknik pengumpulan data yang relevan untuk digunakan dalam penelitian ini meliputi:

1)      Analisis Dokumen dan Catatan; yang meliputi dokumen, catatan arsip dan bukti-bukti fisik lain yang relevan;

2)       Kuesioner; dan

3)      Wawancara; dalam penelitian ini menggunakan teknik wawancara mendalam (in-depth interview).

Secara lebih rinci, teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dapat digambarkan seperti dalam tabel berikut:

Tabel 5 :

Teknik Pengumpulan Data

 

 

Pertanyaan Penelitian

Teknik Pengumpulan Data

 

Wawancara

 

Kuesioner

Analisis
Dokumen Arsip Bukti Fisik
1.  Bagaimana PGMKS-BM diselenggarakan?

 

 

 

 

 

2.  Seberapa jauh keberhasilan dan kegagalan PGMKSBM?

 

 

 

 

 

3.  Faktor-faktor apa saja yang mendukung dan menghambat  keberhasilan  PGMKSBM?

 

 

 

 

 

4.  Bagaimana upaya-upaya yang telah dan sedang dilakukan penyelenggara untuk me-ngoptimalkan PGM-KSBM?

 

 

 

 

 

5.  Bagaimana proses difusi inovasi PGMKSBM berjalan?

 

 

 

 

 

6.  Seberapa jauh keberhasilan dan kegagalan proses difusi inovasi PGMKSBM?

 

 

 

 

 

7.  Faktor-Faktor apa saja yang mendukung dan menghambat PGMKSBM?

 

 

 

 

 

8.  Bagaimana upaya yang telah dan sedang dilakukan untuk mengoptimalkan proses difusi inovasi PGMKSBM

 

 

 

 

 

 

  1. b. Penentuan Subyek Penelitian

Salah satu krakteristik dan kekuatan utama dari studi kasus adalah dimanfaatkanya berbagai sumber dan teknik mengumpulkan data.[4] Dengan demikian teknik cuplikan (sampling) dalam penelitian ini bersifat bertujuan (purposive). Sehingga, yang menjadi subyek penelitian (informan) adalah mereka yang diangap dapat memberikan informasi yang memadai berkaitan dengan pertanyaan penelitian ini. Oleh karenanya,  terdapat beberapa subyek penelitian yang sengaja dipilih dan ditentukan peneliti sebagai sumber data. Subyek-subyek penelitian tersebut adalah 1) beberapa mahasiswa lulusan PGMKSBM, 2) para tutor/instruktur,  3) para pimpinan dan staff penyelenggara PGMKSBM, dan 5) para inisiator PGMKSBM.

  1. c. Penyebaran Alat Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, yang dimaksud dengan penyebaran alat pengumpulan data adalah: 1) mengumpulkan dokumen, catatan arsip dan bukti-bukti fisik yang relevan; 2) penyebaran kuesioner; dan 3) pelaksanaan wawancara mendalam. Pelaksanaan ketiga hal ini akan dilakukan segera setelah proposal ini dianggap layak dan disetujui untuk dilanjutkan pada tahap pengumpulan data.

 

 

  1. d. Penganalisisan Bukti-Bukti Studi Kasus

Dalam penelitian ini, yang dimaksud dengan penganalisisan bukti-bukti studi kasus  adalah sama dengan analisis data. Untuk dapat melakukan hal ini diperlukan: 1) teknik analisis data dan 2) teknik pemeriksaan keabsahan data.

1) Teknik Analisis Data

Teknik analisis dan penafsiran data dalam penelitian ini mengikuti langkah-langkah yang direkomendasikan oleh Yin (1994), seperti dikutip oleh Tellis (1997), yang menyatakan bahwa analisis data dilakukan dengan penelaahan, kategorisasi, melakukan tabulasi data dan atau mengkombinasikan bukti untuk menjawab pertanyaan penelitian.[5] Prosedur ini senada dengan prosedur yang direkomendasikan oleh Moleong (2001),[6] bahwa proses analisis data dimulai dengan: 1) menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber, dalam hal ini adalah dari hasil wawancara, kuesioner, maupun analisis dokumen; 2) setelah ditelaah maka langkah selanjutnya adalah mengadakan apa yang dinamakan reduksi data yang dilakukan dengan jalan membuat rangkuman yang inti, proses dan pernyataan-pernyataan kunci yang perlu dijaga agar tetap berada didalamnya; 3) langkah berikutnya adalah menyusunnya kedalam satuan-satuan untuk kemudian dikategorisasikan; 4) melakukan pemeriksaan keabsahan data dengan teknik tertentu dan 5) diakhiri dengan penafsiran data.

Cara lain dilakukan dengan teknik analisis pencocokan pola (pattern-matching),[7] yaitu membandingkan antara pola-pola yang diperoleh secara empirik dengan pola yang diprediksikan. Terakhir adalah teknik analitis (explanation building),[8] yaitu cara menganalisis data studi kasus dengan membangun penjelasan tentang kasus tersebut. Teknik terakhir ini sangat relevan untuk menjawab pertanyaan kausal “mengapa” dan membantu memperkokoh teknik pencocokan pola.

2) Pemeriksaan Keabsahan Data

Menurut Winston (1997), studi kasus merupakan strategi penelitian yang bersifat triangulasi.[9] Triangulasi tersebut meliputi triangulasi data, penyelidik, teori, dan metodologi. Oleh karenanya, pemeriksaan kabsahan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara triangulasi. Pemeriksaan keabsahan data lain, seperti yang direkomendasikan oleh Moleong (2001)[10], dilakukan dengan cara: 1) uraian rinci, 2) kecukupan referensial dan 4) auditing.

  1. 3. Pengembangan Kesimpulan, Implikasi dan Saran

Tahap ini merupakan tahap akhir dari setiap penelitian sebagai upaya melaporkan hasil penelitiannya kepada khalayak umum. Setelah data dianalisis dan ditafsirkan, peneliti segera mengembangkan kesimpulan yang akan dijadikan dasar dalam mengembangkan implikasi dan saran yang relevan.

 

D.    Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Wilayah Propinsi Banten, meliputi Kabupaten Serang, Pandeglang dan Lebak. Waktu penelitian dilaksanakan mulai bulan  Juli 2002.

 

 

 


[1] Soy, Susan K., “The Case Study as a Research Method”, Uses and Users of Information – LIS 391D.1 – Spring 1997, ( http://www.gslis.utexas.edu/~ssoy/usesusers/1391d1b.htm).

[2] Tellis, Winston, “Application of a Case Study Methodology”, The Qualitative Report, Volume 3, Number 3, September, 1997, (http://www.nova.edu/sss/QR/QR3-3/tellis2.html).

[3] Yin, Robert K.; (1984), “Case Study Research: Design and Methods”, (Beverly Hills: Sage Publica-tion, 1984), h. 78.

[4] Tellis, op. cit.,

[5] Ibid., h. 1

[6] Moleong, Lexy J., “Metodologi Penelitian Kualitatif”, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2001), Bandung, h. 190.

[7] Yin,  op. cit., h. 103.

 

[8] ibid. h. 107.

 

[9] Tellis, Winston,; “Introduction to Case Study”, the Qualitative Report, Volume 3, Number 2, July, 1997, (http://www.nova.edu/sss/QR/QR3-2/tellis1.html).

[10] Moleong, op.cit., h. 170 – 187.

studi kasus III

Kemitraan dengan Negara Lain
ImageOleh:
Kemal Taruc of-EcoLink

 

Mahakam si Raksasa

Kenapa bapak-bapak tidak duduk bersama dan menanggulangi masalah sungai kita, banjirnya semakin parah setiap tahun,” suara si penelpon terdengar galau. Ini acara bincang-bincang di TV daerah di Samarinda. Untuk pertama kali, wakil dari 3 pemda yaitu Kodya Samarinda, Kabupaten Kutai Kartanegara dan Propinsi Kalimantan Timur duduk berjajar di depan kamera TV dan menjawab pertanyaan pemirsa. Kebanyakan penelpon adalah penduduk yang merasa frustrasi karena harus menghadapi banjir dari sungai Mahakam setiap tahunnya. Acara bincang-bincang ini adalah awal dari gagasan propinsi untuk mengambil peran koordinasi dalam era baru otonomi daerah di Indonesia untuk menghadapi masalah sungai Mahakam, yang meliputi wilayah kerja dari beberapa pemda.

Ada berbagai macam masalah lingkungan yang dihadapi Sungai Mahakam, yang secara historis merupakan urat nadi kehidupan Kalimantan Timur. Sungai yang berpanjang 920 km, mengalir dari kabupaten-kabupaten hulu Malinau dan Kutai Barat, kemudian melintasi dua kabupaten lain, Kutai Kartanegara dan Kutai Timur, serta Kotamadya Samarinda dan berakhir di Selat Makassar di pantai timur Kalimantan. Masalah-masalah Sungai Mahakam yang dihadapi beberapa daerah pemerintahan ini mencakup masalah dampak penebangan hutan; peningkatan endapan lumpur, naiknya kadar garam musiman, erosi dari tanah gundul ke-3 danau yang dihuni pesut, lumba-lumba air tawar yang terancam punah, banjir di kota Samarinda, dan masuknya garam yang membuat karat di jaringan PAM dan pendangkalan jalur perkapalan ke pelabuhan sungai.

Masalah DAS (Daerah Aliran Sungai) Mahakam mewakili persoalan lingkungan secara keseluruhan dari Kalimantan Timur. Pengakuan akan adanya masalah bersama adalah awal pandangan bahwa kerjasama dan koordinasi semua kabupaten hulu, yaitu Malinau, Kutai Barat dan Kutai Kartanegara bagian hulu, adalah sangat perlu dalam perencanaan dan pengelolaan daerah tangkapan air. Sementara daerah-daerah hilir, kota Samarinda dan wilayah pantai Kutai Timur dan Kutai Kartanegara hilir, ‘korban’ dari masalah di hulu sungai, perlu dilibatkan dalam koordinasi. Adalah pemerintah propinsi yang memulai gagasan untuk koordinasi antar daerah yang berfokus pada pengembangan model pengelolaan DAS.

Kemitraan di Sungai Mahakam

Ketika Propinsi Kalimantan Timur dipilih untuk ‘program kemitraan’ antara pemerintah daerah di Indonesia dan Amerika Serikat, ini merupakan kesempatan baik untuk menerapkan gagasan seperti itu. Saat itu tahun 2002, beberapa bulan setelah tragedi 9/11, yang tampaknya bukan saat yang baik bagi mitra asing untuk mengunjungi AS dalam program pertukaran. Akan tetapi program sudah ditetapkan pada tahun 2001, ketika ICMA dan USAID membuat program kerjasama untuk meluncurkan Resource Cities Program untuk Indonesia. Bersama-sama dengan 4 kota dan kabupaten lain di Kalimantan Timur, pemerintah Propinsi Kalimantan Timur bermitra dengan pemerintah negara bagian di AS. Negara bagian Oregon dianggap sebagai pasangan yang sepadan bagi Propinsi Kalimantan Timur.

Langkah pertama dalam proses adalah penilaian bidang-bidang utama yang ingin dijadikan bidang kerjasama antara kedua mitra dalam 2 tahun mendatang. Seorang konsultan dari ICMA disertai rekanan setempat dikirim untuk melakukan penilaian awal pada bidang utama kerjasama. Pada pertemuan pertama, ia menemui Asisten Gubernur bidang Pemerintahan yang memberikan pengarahan jelas dan menunjukkan kepemimpinan yang kuat. Ia menekankan bahwa diantara masalah penting yang memerlukan bantuan adalah menemukan model atau kerangka yang tepat untuk koordinasi antar pemda dalam pengelolaan DAS Mahakam.

Akan tetapi, para konsultan mencoba dahulu untuk mencari fakta lebih jauh dan menempatkan diri sebagai ‘fasilitator’ atau ‘perantara’ untuk menyampaikan dan menawarkan proposal propinsi ke pemda lainnya yang ikut serta dalam program kemitraan. Para fasilitator menginginkan untuk memastikan bahwa para pihak kepentingan telah menerima informasi dan juga memiliki kesempatan untuk menyampaikan kepentingan dan pendapat mereka sejak dari awal proses perencanaan program. Adalah penting bahwa pada awal program tidak ada ‘kejutan’ dari dan bagi pihak manapun. Meskipun ini makan waktu dan melelahkan bagi konsultan, karena harus pulang balik diantara 4 wilayah dan pemerintah daerah yang berbeda, tetapi  proses ini tetap harus dilakukan. Proposal dari Propinsi yang berbentuk perintah resmi mungkin akan lebih mudah, kalau menurut hukum Propinsi memiliki hak dan tanggung jawab dalam masalah lintas batas lintas daerah tingkat 2, seperti masalah pengelolaan sungai. Tetapi konsultan memilih untuk tidak mengambil langkah ini. Koordinasi adalah lebih dari sekedar kewenangan resmi menurut hukum. Koordinasi adalah komunikasi, rasa kerjasama dan kolaborasi, dan lebih penting lagi, kontak diantara pejabat-pejabat setempat yang menangani masalah lingkungan dan masalah-masalah lain yang berkaitan.

Setelah satu minggu melakukan komunikasi intensif, akhirnya sebuah daftar usulan masalah­masalah utama tersusun. Kemudian dengan undangan dari Pemda Propinsi, semua wakil-wakil pemda tingkat 2 dan pimpinan BAPPEDA, bertemu dalam acara makan malam di balairung Pemda Propinsi. Ini adalah awal dari pertemuan resmi untuk membahas dan memutuskan agenda bersama. Para konsultan menyampaikan presentasi mereka, yang menunjukkan daftar proposal, persamaan dan perbedaannya, dan meminta hadirin untuk memilih prioritas berdasarkan daftar yang disampaikan (Lampiran 1).

Kemudian konsultan memfasilitasi sebuah diskusi, dimana masing-masing perwakilan pemda diminta untuk memilih satu prioritas utama dan dua pilihan paling bawah. Dijelaskan dalam diskusi bahwa keberhasilan kolaborasi menghendaki adanya agenda yang disetujui bersama, dan setiap pihak harus memiliki komitmen untuk menjadikannya sebagai bagian dari kegiatan internal masing-masing pihak. Akhirnya semua menyetujui bahwa agenda utama adalah “mengembangkan strategi dan mekanisme untuk meningkatkan pengelolaan dan kualitas lingkungan DAS Mahakam dengan kerjasama dan partisipasi dari Pemda Propinsi dan Tingkat II dan pihak-pihak lain yang terkait.”

Perjalanan yang Membuka Mata

Dengan adanya agenda yang jelas, Propinsi Kalimantan Timur mengusulkan kepada delegasi Oregon yang datang berkunjung, untuk membantu agenda tersebut. Karena itu, program yang sesuai dapat disusun untuk perjalanan lapangan dan kunjungan delegasi Kalimantan Timur ke Oregon, yang memungkinkan tim Propinsi belajar sebanyak mungkin dalam perjalanan 7 hari penuh itu. Perjalanan tersebut merupakan kesempatan juga bagi pejabat-pejabat Pemda Propinsi dan Kabupaten untuk melakukan komunikasi informal yang bermanfaat. Mereka membahas, mempertanyakan dan menyampaikan pendapat di antara anggota rombongan sendiri dalam menilai apakah terdapat cukup persamaan atau kemungkinan untuk menerapkan ide dari apa yang mereka lihat. Kunjungan itu tidak hanya melihat fasilitas fisik (pelabuhan sungai, bendungan, perusahaan PLTA, pembibitan ikan salem, dll) tetapi juga bertemu dan berdiskusi dengan pejabat dinas-dinas yang terkait dengan pengelolaan air baik ditingkat lokal maupun negara bagian, dan juga dengan asosiasi pengguna air di wilayah Sungai Wilammatte di Oregon Barat.

Perjalanan ke Oregon adalah perjalanan yang membuka wawasan, karena rombongan Kalimantan Timur dapat mendengar, melihat langsung dan mengamati serta memahami apa yang mereka dengar dari pertukaran pengalaman dengan delegasi Oregon. Satu hal pasti adalah rombongan Kalimantan Timur sangat terkesan dengan adanya komitmen yang kuat dari para pemilik kepentingan di Oregon untuk menjaga sungai dan daerah tangkapan air di wilayahnya. Diantara mereka adalah 90 kelompok pengguna air sungai dan anak sungai Wilammatte, yaitu asosiasi pemakai yang berbeda-beda menurut lokasi dan jenis penggunaan (petani, pemilik tanah, hutan pribadi, industri, pejabat setempat, dll), demikian juga adanya LSM lingkungan pemerhati daerah tangkapan air yang mencakup beberapa wilayah pemerintahan setempat, dan didukung pejabat terpilih dan termasuk gubernur negara bagian.

Mereka juga melihat bahwa kemauan yang kuat untuk menjaga sungai dan daerah tangkapan air berasal dari kebanggaan Oregon atas kekayaan alam mereka yang unik, yaitu ikan salem, yang menjadi ikon untuk membangun wawasan bersama. Delegasi Kalimantan Timur setuju dengan sejawatnya dari Oregon yang mengingatkan bahwa lumba-lumba air tawar-pesut Mahakam merupakan ciri keunikan yang istimewa dari Kalimantan Timur, serupa dengan ikan salem untuk wilayah Pasifik Barat Laut. Dalam melakukan fasilitasi, konsultan menanyakan kepada rombongan propinsi, apakah mereka menghendaki pengembangan wawasan bersama para pihak di Kalimantan Timur atas sungai Mahakam perlu dimasukkan dalam agenda mereka.

Pada minggu-minggu berikutnya, Kelompok Kerja Kalimantan Timur dibentuk sebagai badan setengah resmi untuk menampung wakil-wakil dari para pihak kepentingan utama atas Sungai Mahakam, dan terlebih lagi, sebagai forum untuk komunikasi antara pejabat-pejabat dari Kabupaten, Kotamadya dan Propinsi. Kelompok ini ditugasi dengan tugas-tugas berikut.

  • Koordinasi dari pengembangan metodologi pengelolaan DAS Mahakam (dan dengan demikian termasuk tata-ruang DAS dan rencana-rencana kerja) yang meliputi semua pemda dengan wilayah kerja di wilayah DAS, dan para-pihak kepentingan yang lain.
  • Membentuk keanggotaan yang melibatkan semua pemda di wilayah DAS, serta pejabat Propinsi yang terkait, termasuk juga LSM dan Universitas Mulawarman.
  • Mengembangkan metode perencanaan tata-guna tanah dan perlindungan hutan, dan juga memperkuat hubungan antara calon investor dengan komunitas asli setempat dalam penggunaan sumber alam di DAS Mahakam.

Berdasarkan mandat tersebut, langkah Kelompok Kerja yang pertama adalah menyelenggarakan pertemuan para-pihak kepentingan dalam acara khusus pada saat peringatan tahunan ‘hari air’, untuk mulai menerapkan gagasan sekaligus melakukan tugasnya dalam membantu proses pengembangan wawasan bersama atas Mahakam diantara para-pihak yang berkepentingan

Studi kasus II

Kemelut di Lereng Merapi
Oleh:P.Radja Siregar-peneliti lepas

 

ImageSetelah ramai diberitakan media massa sepanjang bulan Mei dan Juni 2004, Bupati Sleman Ibnu Subianto akhirnya membuat keputusan menghentikan sementara pasokan air untuk AMDK (Air Minum Dalam Kemasan) merek “Evita”. Keputusan tersebut meredakan amarah petani yang sejak tahun 1997 terlibat konflk rebutan air dengan PDAM Sleman. Namun Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, Hamengku Buwono X, punya pendapat berbeda. Keputusan tersebut dipandang memberikan ketidakpastian usaha di DIY.
Pada bulan Mei 2004, Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Sleman dan dua PDAM dari Kota Yogyakarta mencopot pipa-pipa air by-pass,  yaitu sambungan yang dipasang tanpa melalui alat ukur. Para petani menuding, ketiga perusahaan air bersih tersebut telah mencuri air Umbul Wadon melalui pipa-pipa by-pass tersebut. .

 

Keputusan tersebut merupakan jawaban atas aksi protes yang digelar ratusan petani dari Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman. Para petani di lereng Gunung Merapi mengancam akan merusak jaringan pipa air bersih milik PDAM Sleman karena menduaga keras bahwa BUMD tersebut telah mengambil air melebihi yang dijatahkan. Pengukuran debit air Umbul Wadon oleh Dinas Pengairan, Pertambangan dan Penganggulangan Bencana Alam (PPBA) Kabupaten Sleman pada bulan Desember 2003, mempertegas dugaan tersebut.

Ketiga perusahaan air minum tersebut di atas telah menyedot sebanyak 72,6 persen dari total debit air Umbul Wadon.  Menurut dokumen AMDAL pemanfaatan air Umbul Wadon pada tahun 2000 mengalokasikan air minum hanya sebesar 35 persen. Selebihnya, 50 persen untuk irigasi dan 5 persen untuk konservasi.  Akibatnya, selama tiga tahun terakhir petani di daerah sekitarnya mulai kesulitan air.

Kemarahan petani memuncak kala mengetahui PDAM Sleman juga menjual air dari Umbul Wadon ke perusahaan air minum dalam kemasan (AMDK) merek “Evita”.  Praktek yang telah berlangsung lama ini tidak diketahui oleh petani dan masyarakat Sleman.  Peresmian pabrik air minum tersebut oleh Gubernur DI Y Hamengku Buwono X, pada akhir bulan Mei 2004, menguak praktek komersialisasi air tersebut.

Oleh beberapa media massa terbitan Jakarta dan Yogyakarta, Gubernur DIY dinilai cenderung mengarah pada kebijakan yang memenangkan kapitalisme dan memarginalisasi wong cilik. Pasalnya, peresmian perusahaan AMDK itu berlangsung di tengah para petani Sleman sedang mengeluhkan kesulitan air untuk irigasi dan keperluan sehari-hari.

Gubernur DIY memberikan tanggapannya lewat  surat terbuka pada harian Radar Jogja (22/6/ 04). Bahwa kehadirannya selaku gubernur dalam peresmian AMDK milik PT.Envirotama Artha itu karena semua persyaratan yang dilampirkan dalam undangan sudah memenuhi kelengkapan, kelayakan,dan sah secara hukum.

Lewat surat terbuka itu gubernur mengkritik Pemerintah Kabupaten Sleman dan menyayangkan Pemkab Sleman yang dengan mudah memberikan izin pendirian AMDK Evita, dan memberikan pasokan air, tetapi dengan mudah pula menghentikan suplai air. Yang terjadi di Sleman, menurut gubernur, bisa memberikan ketidak-pastian usaha di DIY.

Saling tuding memang terjadi antara Pemprop DIY dan Pemkab Sleman. Kepada DPRD Kabupaten Sleman, Bupati Sleman menyatakan investasi tersebut berlangsung melalui Pemerintah Propinsi. Menurutnya, Kabupaten Sleman hanya dilangkahi. Pejabat Pemda Sleman sendiri tidak mau menjawab langsung pertanyaan media massa seputar kasus tersebut.

Bupati menegaskan bahwa langkah yang ditempuhnya, termasuk halnya permasalahan “Evita” , didasarkan pada pertimbangan kepentingan publik dan demi kesejahteraan masyarakat Sleman. Untuk selanjutnya “Evita” akan dimasukkan dalam pola realokasi dari sistem sumberdaya air di Kabupaten Sleman secara keseluruhan. Sehubungan dengan permasalahan tersebut, dalam waktu dekat bupati akan memutuskan penataan alokasi sumber daya air di Kabupaten Sleman.

Masyarakat Sleman dan akademisi di daerah tersebut sebelumnya tidak mengetahui sama sekali mengenai perusahaan AMDK itu. Harry Supriyono, peneliti di Pusat Studi Lingkungan UGM baru mendengar tentang “Evita” setelah kasus tersebut mencuat. Padahal dirinya merupakan salah seorang anggota Komisi AMDAL Kabupaten Sleman mewakili akademisi.

Dokumen pengajuan perizinan “Evita” tidak masuk ke instansi lingkungan. Dokumen ini merupakan syarat untuk perusahaan yang memiliki dampak pada lingkungan. Untuk perusahaan yang memanfaatkan air lebih dari 50 liter/detik, maka wajib memenuhi kajian AMDAL. Bagi yang mengambil air kurang dari 50 liter/detik cukup melakukan Upaya Pengelolaan Lingkungan/Upaya Pemantauan Lingkungan (UKL/UPL). “Evita” tidak memiliki satu diantaranya, yang berarti perusahaan tersebut mestinya tidak memiliki izin.  Belakangan diketahui, selain “Evita” terdapat dua perusahaan AMDK lainnya yakni “Qannat” dan “Arbass”. Keduanya belum memenuhi syarat pembuatan UKL/UPL.

Keputusan Pemerintah Daerah Kabupaten Sleman memberikan pasokan air dinilai keterlaluan. Ketersediaan air untuk irigasi petani Sleman maupun untuk kebutuhan sehari-hari masyarakat saat itu tidak terpenuhi seluruhnya. PDAM Sleman juga mengalami defisit air baku. Diberikannya pasokan air pada industri AMDK memperparah keadaan.

Pengambilan Air Umbul Wadon

Mata air Umbul Wadon terletak di di Dusun Pangukrejo, Desa Umbulharjo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman. Awalnya ada dua mata air di desa ini, yang satunya diberi nama Umbul Lanang. Kedua mata air ini disebut penduduk sekitar sebagai Umbul Manten.  Namun karena kondsi lingkungan yang makin merosot, mata air Umbul Lanang tidak lagi mengeluarkan air sejak beberapa tahun lalu.

Menurut catatan Pemekab Sleman tahun 1979, di kabupaten ini terdapat 102 mata air. Rata-rata ada dua atau tiga mata air di setiap desa.  Sekarang, kenyataannya berbeda. Ratusan mata air itu sebagian besar sudah mati. Yang tersisa hanyalah mata air Umbul Wadon, Bebeng, dan mata-mata air kecil lainnya. Umbul Wadon adalah satu-satunya mata air yang bisa diandalkan untuk kebutuhan air bersih penduduk Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman.

Air dari Umbul Wadon mengalir ke Sungai Kuning. Selain itu, mata air juga mengalir ke mana-mana, meresap ke tanah mengisi sumur-sumur penduduk.  Lewat Sungai Kuning, petani di Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul menggunakannya untuk irigasi pertanian. Air ini juga digunakan untuk menunjang usaha peternakan sapi perah dan pariwisata kawasan Kali Kuning.

Debit air Umbul Wadon cukup besar. Menurut hasil pengukuran Dinas Pengairan Kabupaten Sleman dan Pemda DI Y mata air ini mampu mengalirkan air sebesar 355-400 liter per detik pada musim kemarau dan 600 liter per detik pada musim hujan.  Debit air sebesar itu memenuhi seluruh kebutuhan air ribuan penduduk yang berdomisili di belasan desa sekitar lereng selatan Merapi yang mencakup empat kecamatan yaitu Cangkringan, Pakem, Ngemplak, dan Ngaglik. Pada awalnya air tersebut cukup untuk kebutuhan sehari-hari dan untuk pertanian (padi sawah, peternakan, dan perikanan).

Umbul Wadon dimanfaatkan sebagai sumber air minum bagi masyarakat setempat pada tahun 1992. Jaringan air minum ini dibangun sendiri oleh masyarakat. Tenaga gravitasi diandalkan untuk mengalirkan air ke warga sekitar.  Sebelum itu, air Umbul Wadon dialirkan oleh Tirta Marta ke Kota Yogyakarta sejak zaman Belanda.  Hingga masa kini, belum ada perusahaan yang mengambil air ke mata air ini.

Kemudian, banyak pipa-pipa terpasang disana. Ada tiga Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) yang mengambil air Umbul Wadon. Air tidak lagi meresap seluruhnya ke tanah. Air yang tersisa mengalir ke Sungai Kuning.

Perusahaan air minum pertama kali masuk pada tahun 1997. Pada tahun itu, PDAM Sleman mulai membangun jaringan pipa yang terhubung ke Umbul Wadon. Tahun ini menandai awal konflik rebutan air antara petani dan PDAM Sleman. Pada saat pipa mulai terpasang, penduduk di sekitar mata air tersebut tidak mengetahui pemilik proyek dan tujuan proyek pemasangan pipa tersebut. Belakangan, baru diketahui proyek pembangunan pipa itu milik PDAM Sleman.

Masyarakat melihat PDAM Sleman tidak melakukan komunikasi sama sekali menyangkut rencana pengambilan air tersebut. Padahal, masyarakat setempat sangat tergantung pada mata air tersebut untuk pertanian dan kebutuhan sehari-hari. Mestinya PDAM meminta izin terlebih dahulu kepada masyarakat setempat. Demikian pendapat masyarakat kala itu.  Merasa khawatir dengan masa depannya, ribuan petani kemudian melakukan aksi demo menolak proyek PDAM Sleman tersebut.

Reformasi 1998 turut memberi semangat bagi petani untuk melakukan demo yang cukup besar. Masyarakat setempat bukannya tidak memahami bahwa air tersebut juga dibutuhkan oleh pihak lain di bagian hilir. Hanya saja mata air tersebut terbatas. “Tidak bisa semuanya mau mengambil semuanya”, demikian diungkapkan warga sekitar.

Rencananya sebanyak 200 liter per detik air Umbul Wadon akan diambil untuk perusahaan daerah air minum. Pada Surat Keputusan (SK) Gubernur DIY Nomor 690/0935/1997 tentang Izin Pemanfaatan mata air Umbul Wadon dinyatakan, PDAM Sleman mendapat jatah air 110 liter/detik, PDAM Tirta Marta 75 liter/detik, serta Arga Jasa 15 liter/detik. Debit air Umbul Wadon saat itu sekitar 350 liter/detik. Artinya, sebesar 55 persen dari total debit air Umbul Wadon diambil untuk ketiga perusahaan daerah tersebut.

Masyarakat menuntut adanya proses konsultasi dan dipertimbangkan kepentingannya. Akademisi dari Universitas Gajah Mada turut dalam proses mendorong dilakukannya kajian AMDAL (Analisa Mengenai Dampak Lingkungan) terlebih dahulu sebelum menentukan jumlah debit air yang boleh diambil oleh PDAM Sleman. Setelah melewati negosiasi yang panjang, perlunya kajian AMDAL disepakati oleh PDAM Sleman.

Dinas Pertambangan Kabupaten Sleman (kini beralih menjadi Dinas Pengairan, Pertambangan dan Pengendalian Bencana Alam atau PPBA) bersama dengan PT Sinca Mataram mengerjakan kajian AMDAL. Perlu waktu setahun untuk melihat fluktuasi debit air di musim kemarau dan hujan yang diamati selama satu tahun. Kajian AMDAL ini kemudian disepakati pada tanggal 11 Oktober 2000. Hasilnya, alokasi air untuk irigasi sebesar 50 persen, untuk air minum sebesar 35 persen, dan sisanya 15 persen untuk konservasi.

Petani menduga, kesepakatan dalam kajian AMDAL tersebut agaknya diam-diam dilanggar oleh PDAM Sleman. PDAM dikatkan telah “menyerobot” air melebihi yang ditentukan dalam AMDAL tahun 2000. Dugaan tersebut didasarkan atas adanya sejumlah pipa by-pass milik PDAM, yakni pipa yang tidak melewati alat ukur, yang tersambung ke mata air Umbul Wadon.

Dugaan petani ternyata benar. Dinas PPPBA Kabupaten Sleman yang melakukan pengukuran debit air Umbul Wadon pada Desember 2003 membuktikan hal itu. Dari pengukuran diketahui PDAM Sleman telah mengambil air sebanyak 192,50 liter/detik, PDAM Tirta Marta mengambil 42,30 liter/detik, Perusahaan Daerah Anindya 6,16 liter/detik, dan masyarakat 19,58 liter/detik. Sedangkan untuk irigasi hanya 98 liter/detik.

Menurut data tersebut, jumlah air yang dipakai perusahaan air minum milik Pemda Sleman dan Kota Yogyakarta tersebut mencapai 260,54 liter/detik atau 72,6 persen dari total debit air Umbul Wadon yang mencapai 358,54 liter/detik. Petani kemudian kembali berunjuk rasa pada bulan Mei 2004. Di tengah situasi ini, PDAM Sleman maupun Dinas PPPBA menolak memberikan keterangan terkait pengelolaan air di Umbul Wadon.

Di tengah polemik tersebut, munculah berita mengenai peresmian AMDK “Evita” di media massa. Masyarakat baru mengetahui bahwa ternyata PDAM Sleman memasok air untuk perusahaan air minum dalam kemasan tersebut. Tudingan komersialisasi air di atas kepentingan masyarakat banyak mencuat

kerusakan Hutan

Oleh:
Kemal Taruc-Ecolink

 

Sore hari, sebuah mobil Ford Ranger berwarna hitam, badan dan roda-rodanya diselimuti oleh lumpur dan tanah berwarna kuning kecoklatan, berhenti. A’am turun dari mobilnya kemudian berjalan memasuki garasi rumahnya, dengan ponsel yang masih menggantung di antara bahu kanan dan lehernya. Setelah mendengar pesan terakhir yang diterimanya.

 

Ponsel itu dimatikan. Pesan itu berujar, “Bertindaklah bijak, jangan mengguncang-guncang rumah sendiri, nanti akan terlalu banyak orang yang jatuh.” A’am melepaskan sepatunya, dan masuk ke dalam rumahnya.

Hari itu hari biasa, seperti hari-hari lainnya dimana ia melakukan perjalanan inspeksi ke hutan. Sebagai  Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten, ia telah melakukan banyak sekali inspeksi di wilayah kerjanya. Tetapi sekali ini, ia sangat terkejut ketika dengan mobil Ford barunya ia mencoba rute baru dengan mendaki sebuah bukit kecil, ia mendapati ada tumpukan kayu log setinggi 3 meter dan menutupi area seluas 3 kali luas area lapangan bola. Ia mengenali dengan pasti bahwa kayu-kayu log tersebut diambil dari tegakan tua hutan primer, dan hanya bisa datang dari satu sumber, hutan lindung Bukit Lumut. Satu-satunya hutan tropis yang masih utuh di kabupaten ini.
A’am tidak habis mengerti, mengapa perusahaan yang sudah sangat dikenalinya dan sudah membuka usaha di Kabupaten Wanaraja begitu lama, ternyata juga melakukan usaha ilegal -seperti begitu banyak usaha penebangan kayu lainnya di Indonesia- dengan menebang pohon dari hutan yang dilindungi. A’am begitu kecewa, ia merasa seperti ditusuk dari belakang. Ia seharusnya tahu, karena ia bertemu dengan pimpinan perusahaan secara teratur dan hal ini tidak pernah muncul dalam pembicaraan. “Apakah memang mereka harus melakukan kegiatan kriminal seperti ini untuk tetap hidup usahanya, dan lalu apa yang akan terjadi pada Wanaraja jika kegiatan seperti ini tetap berlangsung?” Wanaraja dikenali sebagai salah satu dari sedikit kabupaten yang masih memiliki hutan tropis primer di kawasan yang dilindungi. Kabupaten Wanaraja masih memiliki sepertiga dari hutan tropisnya yang asli. Kabupaten-kabupaten lain yang bersebelahan tidak ada lagi yang memiliki hutan yang telah habis ditebang pada jaman keemasan industri kayu pada tahun 1970-80an

“Ini harus dihentikan, tetapi bagaimana?” Ia tersenyum pahit. A’am tahu dengan pasti bahwa pesan di ponselnya adalah sangat serius. Ia harus bertindak “bijaksana”, karena begitu banyak nama besar yang terlibat. A’am menanggalkan sepatunya, membaringkan diri di kursi panjang dan menutup matanya. Pikirannya melayang, ia menyadari bahwa menjaga dan mengelola hutan bukanlah hal yang mudah dilakukan.

Penduduk Asli Penyayang Hutan

A’am dilahirkan dan dibesarkan dengan dikelilingi oleh rimba tropis. Setelah masa kanak-kanak di lingkungan hutan, ia melanjutkan sekolah menengahnya di ibukota propinsi, kemudian melanjutkan ke Fakultas Kehutanan di universitas negeri setempat. Gelar kesarjanaan diperolehnya pada tahun 1982, pada masa jaya industri perkayuan, sementara seruan-seruan peringatan dari pencinta lingkungan baru mulai terdengar.

Ayah A’am adalah pegawai pemerintah daerah Propinsi. Ia merupakan satu dari sedikit staf Pemda yang menguasai bahasa Belanda sehingga ia ditugaskan untuk mengelola arsip-arsip Propinsi, termasuk dokumen lama tentang budaya setempat yang ditulis dalam bahasa Belanda. Dengan latar belakang ayahnya tersebut, A’am dibesarkan dalam lingkungan yang relatif berbeda dengan anak­anak setempat yang lain. Ia mengetahui dari cerita-cerita ayahnya tentang kekayaan budaya setempat dan lingkungan dari pulaunya. Ia juga bertemu dengan banyak orang – ilmuwan terkemuka dan mahasiswa dari manca negara yang meneliti budaya setempat yang menemui ayahnya untuk membaca arsip peninggalan Belanda.

Pada jaman itu tidak banyak pejabat setempat yang bergelar sarjana. Kebanyakan dari pejabat berasal dari kelompok sosial yang sama, atau dari kota yang sama dan memiliki hubungan persaudaraan, atau belajar pada sekolah yang sama. Bagi A’am ini merupakan persoalan, karena akan menciptakan kesulitan untuk bekerja secara profesional dan adil. Begitu banyak godaan karena banyak yang meminta fasilitas pemerintah dalam melakukan usaha berdasarkan kekerabatan dan pertemanan. Pada waktu itu, tidak banyak usaha lain kecuali penebangan dan logging, yang hanya bisa dilakukan setelah mendapatkan ijin konsesi dari pemerintah. Setelah lisensi diperoleh, biasanya dikontrakkan atau “dijual” kepada kontraktor yang telah memiliki modal dan kemampuan untuk menjalankan bisnis perkayuan: modal kerja yang besar, peralatan berat dan kilang penggergajian serta jaringan pemasaran. Tanpa itu, lisensi hanyalah lembaran kertas saja.

Kebanyakan penduduk setempat tidak memiliki modal yang cukup, sementara pengusaha­pengusaha Tionghoa setempat yang memiliki kemitraan dengan perusahaan-perusahaan asing dari Malaysia, Korea Selatan atau Filipina, biasanya merekalah yang menjadi pengusaha yang menjalankan bisnis perkayuan. Demikian pula, perusahaan yang ditemukannya melakukan penebangan pada hutan lindung, adalah perusahaan Tionghoa setempat yang telah melakukan usaha di Propinsi lebih dari sepuluh tahun.

Karena itu, ketika A’am memperoleh tawaran untuk ditempatkan di Kabupaten yang bukan tempat kelahirannya, ia bersemangat untuk menerimanya. Ia berpikir bahwa akan jauh lebih mudah baginya untuk bekerja secara profesional dan tidak terbebani oleh hubungan kekerabatan. Di Wanaraja ia memulai karirnya sebagai pegawai setempat di Dinas Kehutanan untuk mengawasi kegiatan perusahaan penebangan kayu. Sudah menjadi bagian dari kehidupannya untuk melintasi rimba yang lebat dan tinggal di pos lapangan berhari-hari, atau tinggal di perkampungan penduduk asli di hutan. Bagi A’am, rimba tidak hanya tempatnya bekerja, tetapi juga kehidupannya dan budayanya. Ia menikah dengan putri kepala suku dari desa yang sering dikunjunginya. Dengan 2 anak, keluarganya tinggal di kota Kabupaten dengan sering mengunjungi kerabat keluarga yang tinggal di desa.

Tidak heran bahwa A’am sangat kecewa ketika ia telah agak terlambat untuk menyita kayu-kayu glondongan curian tersebut. Ia seharusnya telah mencegah, kalau saja ia tahu bahwa perusahaan itu melakukan penebangan di hutan lindung di Bukit Lumut di luar wilayah konsesi yang dimiliki perusahaan. Ia merasa sebagai kesalahannya, karena tidak memeriksa lebih jauh lagi. Dengan mobil barunya, ia sekarang dapat masuk lebih jauh lagi ke hutan untuk mencegah tindakan pencurian seperti itu. Akan tetapi, tanpa dukungan pejabat setempat yang lain, sebenarnya perusahaan itu tidak mungkin akan berani melakukannya. Dering telpon yang diterima A’am adalah bukti bahwa kepala Dinas yang melakukan pengawasan juga ikut serta “mendukung”. Dapat dimengerti, bahwa perusahaan itu tidak pernah memberitahukannya, karena hanya akan menimbulkan salah pengertian dan perseteruan di antara pejabat-pejabat setempat. Sementara pengusaha Tionghoa yang melakukan penebangan dengan mudah dapat menjadi kambing hitamnya.

Kisah orang yang Mualaf

rmb_ki101(’49bfebe01a54e03647005916b’,’4′,’99’,’18’);<!– var addthis_pub=”swaramuslim”;

imageAssallammualaikum Wr Wb
Setelah membaca tentang kisah seorang mualaf, dan response yang diberikan tentang kisahnya, saya merasa mungkin kalau saya dapat menceritakan pengalaman saya sampai menjadi mualaf dapat berguna bagi rekan rekan sekalian.

Saya sendiri bukanlah seorang penulis, jadi kalau ada kalimat kalimat yang aneh, mohon dimaklumi. Lebih lebih lagi banyak pengalaman pengalaman saya yang dilandasi oleh analisa saya sendiri, jadi kalau terjadi kekeliruan juga mohon diluruskan.

Tulisan ini akan saya muat menjadi beberapa bagian, sekali lagi sebelumnya saya mohon maaf, tidak ada maksud saya untuk menonjolkan diri, namun hanya ingin menceritakan pengalaman pribadi saya siapa tahu berguna untuk orang lain.

1) Latar Belakang

Saya seorang WNI keturunan, seperti keluarga keturunan pada umumnya pendidikan agama didalam keluarga hanya sangat minim. Namun demikian saya beruntung karena saya selalu bersekolah disekolah katholik unggulan sejak dari SD sampai SMA. Disana saya dijejali oleh berbagai macam ajaran kristen, yang menurut saya pada waktu itu oke-oke saja. Saat pertama saya menjadi kristen tulen adalah waktu saya kelas 1 SMA.

Karena sekolah saya pada waktu itu laki semua, maka teman saya mengajak untuk kegereja Pantekosta karena banyak wanitanya. Tentu saja ajakan itu saya terima dengan senang hati.

Ternyata setelah itu saya menjadi sangat tertarik dengan ajaran kristen. Dengan aktif saya melakukan bible study, persekutuan doa dan berbagai kegiatan rohani lainnya. Keluarga saya sempat marah, dianggapnya saya sudah terlalu fanatik cenderung gila. Saya menginjil kemana mana, tanpa peduli apa yang dikatakan oleh orang tua saya. Saya merasa berjuang dijalan Tuhan.

Waktu terus berlalu, sampai pada suatu saat, pendeta saya bercerita bahwa dia kecurian dirumahnya, dan kehilangan sampai US$ 10.000. Saya sangat terkejut, karena banyak dari jemaat gereja tersebut yang miskin sekali. Akhirnya saya tinggalkan gereja tersebut, saya mulai berkelana dari satu gereja ke gereja lain, dari satu pendeta kependeta lain. Entah kenapa, setiap pendeta pasti ada sesuatu konsep yang saya tidak suka.

Bersamaan dengan itu, karena saya berguru dari berbagai pendeta dari berbagai aliran, pengetahuan saya tentang agama kristen boleh dianggap sangat cukup. Hampir semua pendeta terkenal pada saat itu pernah saya datangi.

Waktu saya sekolah diUSA, sayapun mendirikan dan mengikuti berbagai persekutuan doa. Dengan semakin bertambahnya ilmu agama saya, terus terang saya menjadi semakin tidak mengerti mengenai ajaran tersebut.

Apabila saya bertanya kepada para pendeta mengenai ketidak tahuan saya, mereka selalu berkata “iman”, seakan akan itulah magic word untuk menghentikan logic kita bekerja. Akhirnya ketidak puasan saya menyebabkan saya menjadi apatis, saya hanya berfikir, “Toch saya tidak pernah tahu saya masuk surga atau tidak, lalu ngapain susah susah?.” Mereka berusaha meyakinkan saya bahwa dengan mengakui Yesus saya pasti masuk surga, yang saya anggap sedikit tidak masuk akal.

Salah satu pertanyaan saya pada waktu itu ( belum pernah ada yang bisa menjawab secara jelas ) adalah:

Yudas Eskariot itu masuk surga atau tidak ?

Argumen saya adalah, Yudas itu adalah salah satu rasul, sebagai orang yang beriman kepada Yesus, yesus telah menjanjikan kehidupan yang kekal (surga), namun demikian Yudas juga telah menghianati Yesus (karena uang), jadi dia jahat/serakah, koq orang serakah bisa masuk Surga ? Sebagian besar orang kristen akan setuju bahwa Yudas masuk neraka, tetapi saya pikir, Yudaslah orang yang paling berjasa sehingga Yesus bisa disalib.

Koq dia dineraka, itu khan sudah takdir dia untuk menghianati Yesus ?

Bukankah karena Yudas injil (menurut mereka) itu dapat terpenuhi. Yudas adalah kambing hitam yang perlu dikasihani. Pertanyaan ini tidak dapat dijawab oleh umat kristiani, padahal kalau dia mau mengacu kepada ajaran Islam jawabannya mudah saja.

Demikian pertanyaan pertanyaan tanpa jawaban terus bergulir dibenak saya tanpa adanya jawaban. akhirnya saya menjadi apatis.

Untuk melihat agama Islam ?…..no way, waktu itu saya anggap Islam sudah pasti sesatnya(Astafirullah Allazim).

2) Perjalanan menuju Islam

Demikian kehidupan rohani saya yang penuh dengan keapatisan sampai saya pulang lagi keIndonesia. Seperti biasa, dengan sifat playboy saya yang saya banggakan waktu itu ( Astafirullah Allazim ), saya terus berkelana dari satu pacar kepacar lainnya, apalagi waktu itu keluarga saya baru jatuh bankrut, rumah mau disita dll. Saya semakin frustasi tentang hidup ini sendiri. Kadang kadang saya sangat putus asa dalam hidup ini, saya tidak tahu apa salah saya sehingga saya harus hidup terus. Keinginan untuk mati besar sekali, beruntung saya belum mati sampai sekarang dan sempat terselamatkan oleh Allah SWT.

Salah satu pacar saya waktu itu adalah seorang Aceh ( sekarang sudah jadi istri saya ). Bukan apa apa, waktu itu saya pacaran dengan dia selain karena dia cantik ( kata saya lho ) dia juga berasal dari keluarga yang sangat taat. Kalau wanita keturunan buat saya sudah jadi gampang ( selalu mau dengan saya ) saya coba yang lebih susah lagi. Kayanya kekesalan saya terhadap hidup ini saya tumpahkan kepada petualangan saya.

Akhir kata, saya pacaran. Bukan hanya itu saja, keluarganya yang tadinya termasuk yang anti Cina, menerima saya dengan tangan terbuka. Semua keluarganya tahu saya bekas aktifis gereja, tidak ada yang berani ngajak saya masuk Islam, katanya saya terlalu pandai bicara.

Santet

Suatu malam kalau tidak salah bulan April 1992, saya bermimpi. Saya bukan tipe orang orang yang percaya tentang santet, walaupun menurut banyak orang pinter saya mempunyai kemampuan untuk ilmu kebatinan, jadi saya tidak pernah membahas apa mimpi saya. Cuman, kali ini sedikit lain, ngimpi saya dan ngimpi pacar saya sama persis, saya jadi kaget sekali. Hal ini saya ketahui ketika pacar saya menceritakan mimpinya yang menyeramkan dan aneh tersebut.

Esok subuhnya, tepat habis subuh, pacar saya telpon kerumah, yang intinya bercerita bahwa dia sangat ketakutan, dirumahnya semalaman gaduh sekali, pintu diketok ketok, panci terlempar sendiri, dan berbagai kejadian gaib lainnya. Kabel telephone pun putus, sampai sampai dia harus telphone di telphone umum.

Seluruh keluarganya berkumpul akhirnya diputuskan untuk mencari orang “pintar”. Kembali lagi saya berkelana dari satu orang pintar keorang pintar lainnya. Kalau dulu orang pintarnya pendeta, sekarang dukun dukun sakti. Berbagai cara saya tempuh untuk menyembuhkan pacar saya yang sudah hampir gila karena dirudung ketakutan yang terus menerus. Sambil tidak ketinggalan segala sumpah serapah saya untuk hidup saya pada waktu itu. Hasilnya : semua vonis orang orang pintar itu mengatakan ex-pacar saya yang menyantet karena iri.

Pernah disitu saya disuruh baca surat Alam Nasroqh 99X setiap harii (ini adalah surat pertama yang saya hafal).

Entah bagaimana, saya bertemu dengan orang “pintar” yang akhirnya dapat membuat pacar saya normal kembali. Caranya : diberi air yang sudah diberi matera, entah apa manteranya tetapi katanya diambil dari Al-quran. Pacar sayapun diberi mantera yang isinya potongan potongan ayat Al-quran. Sampai disini tidak terbersit dalam pikiran saya untuk masuk Islam. Terus terang saya malah bertambah yakin bahwa ini adalah agama setan (Astafirullagh Allazim).

Ternyata dugaan saya benar, setelah beberapa bulan, penyakitnya kumat lagi, saya datang keorang tersebut dan lapor, jawabannya”ex-pacar saya merencanakan untuk menghabiskan seluruh tabungannya demi meninggalnya pacar saya ini. saya sungguh shock, jalan keluarnya saya harus membayar orang untuk tahlilan semalam suntuk guna menangkal santetnya. Karena tidak ada jalan lain sayapun setuju. Dalam hati saya tertawa, apa apaan ini agama koq “weird” sekali.

Berikutnya setelah disembayangin semalaman, dan diberi air, akhirnya pacar saya sembuh lagi. Karena tempatnya jauh, maka saya bawakan air mineral satu galon untuk diberi mantera, sampai sampai saya belikan dispenser khusus untuk pacar saya itu yang isinya yah air mantera itu. Isneter, lucu sekali lama lama pacar saya imun dengan air itu, biar saya sudah suruh minum banyak banyak tetap saja dia ketakutan. Terpaksa saya harus mencari orang yang lebih pintar.

3) Orang pintar terakhir

Pusing saya dibuat oleh kejadian kejadian tersebut, saya ceritakan kejadian ini keteman kantor saya yang muslim ( kebetulan teman saya lebih banyak yang pribumi daripada yang keturunan ). Dia mengatakan dia juga punya teman yang begitu dan sembuh. Saya pikir sudah sekian orang pintar saya coba apa salahnya kalau saya coba satu lagi. Teman kantor saya itu juga bilang bahwa yang ini bukan dukun tetapi ulama jadi dia minta pacar saya untuk tidak tersinggung apabila dia tidak mau berjabat tangan dengan pacar saya. Saya cukup kaget mendengarnya, dalam hati saya jurus apalagi ini.

Akhirnya saya bertemu dengan ulama ini, namanya Pak Busro, beliau adalah seorang seniman. Pertama kali saya bertemu Pak Busro, saya sempat kaget juga, rambutnya yang panjang diikat kebelakang, tetapi sinar mukanya itu tenang sekali. Begitu datang, saya langsung cerita, dan ditanggapi dengan tertawa. Katanya, “saya

bukan orang pintar, saya tidak bisa menyembuhkan.” Dalam hati saya kesal juga dengan teman saya itu, ngapain saya dibawa kesini. Tetapi saya paksa beliau untuk menyembuhkan. Akhirnya, sambil sebelumnya minta maaf kepada saya agar jangan tersinggung (karena saya bukan Islam) beliau berkata minta saja sama ALLAH. Dia mulai menanyai pacar saya mengenai kegiatan rohaninya. Sambil memberikan perumpamaan yang sederhana namun sangat masuk akal.

Katanya” Setan itu tidak dapat mencelakai kita, apapun kondisinya” Beliau memberikan perumpamaan seperti kalau kita nonton film seram diTV, khan kita jadi ketakutan padahal sebenarnya khan tidak ada apa apa. agaimana caranya tidak takut, yha ganti aja chanelnya. Dengan kata lain jangan terbawa perasaan. Minta kepada ALLAH, dan seringlah sholat, begitu nasehatnya. Sebelum pulang saya sempat minta jimat untuk mencegah hal hal yang tidak diinginkan. Beliau malah tertawa, dia bilang buat apa ? Dia beri perumpamaan lagi, Sandy bisa komputer? saya jawab bisa. Lalu katanya kalau ada virus komputer apabisa kita cegah virus tersebut dengan meletakkan buku antivirus diatas komputer ? Saya tertawa malu,. Beliau melanjutkan, Al-quran itu sama, untuk dipelajari dan diamalkan. Kalau kita sudah dapat ilmunya Insya Allah tidak terganggu lagi.

Wah..wah..wah, baru kali ini saya nemu ajaran Islam yang masuk akal, bahkan sangat masuk akal. Beliau menceritakan banyak sekali tentang Islam yang saya tidak pernah dengar sebelumnya. Mulai saya tertarik sedikit tentang Islam.

Sementara, pacar saya berangsur angsur sembuh, tanpa bantuan jimat apapun ataupun air mineral bermantera lainnya. akhirnya (Alhamdulilah) pacar saya sembuh total (hanya dalam waktu 1 minggu) dengan hanya bermodalkan sajadah, mukena, dan Sholat (Allahhuakbar) sayapun mulai merasa ingin tahu apa sich Islam ini ?

Belajar Islam

Setelah kesembuhan pacar saya, saya terus berguru pada Pak Busro mengenai Islam. Banyak pertanyaan pertanyaan saya tentang kesesatan Islam dapat dipatahkan oleh beliau dengan alasan alasan yang sangat menarik.

Beberapa argumen yang saya ingat adalah sbb:
Koq Islam itu berdoanya/sholat kaya orang primitif yang menyembah berhala ?
Kalau diKristen kan elit, praktis nggak macem macem ?

Dijawab oleh beliau, manusia itu dari dahulu sama, yang dipentingkan khan hanya perut dan sejengkal dibawah

perut. Kebudayaannya saja yang berbeda, kenapa koq cara berdoa juga harus dirubah ? Bravo.

Dikemudian hari setelah saya juga sholat saya menyadari penuh kenapa sholat itu berbeda dengan cara berdoa agama agama lain. Waktu saya masih kristen, untuk menghadap ALLAH tidak diperlukan kiat kiat khusus, berdoa yha berdoa saja, jadinya Allah itu seperti teman saja, bisa kita datangi sewaktu waktu.

Kalau di Islam, Allah adalah sangat Agung, sampai sampai kita harus membersihkan diri dulu, dan mengkhususkan waktu untuk menghadapnya.

Saya juga bertanya kenapa koq harus ditentukan samapai harus 5 waktu ?

Dijawab oleh beliau secara sederhana, 5 waktu itu adalah:

Subuh: waktu kita hendak memulai aktifitas kita, kita menghadap ALLAH agar dijauhkan dari perbuatan keji dan mungkar.
Dhuhur: waktu tepat tengah hari, dimana pikiran kita sudah mulai lelah dan pikiran yang tidak tidak mulai timbul. Beliau juga memberi contoh bahwa sebagian besar dari tindak kejahatan dilakukan setelah dhuhur. Alasan inidangat masuk akal, memang jarang sekali ada copet page pagi.
Azar: Secara waktu biology, waktu waktu ini adalah waktu dimana performance kita sedang dalam titik terendah, sebelum berpikiran macam macam, kita sholat lagi.
Magrib: Akhir dari pada siang, mulai datangnya malam dimana segala pintu kemaksiatan mulai terbuka lebar lebar. Sekali lagi ya ALLAH, jauhkanlah dari pada keji dan mungkar.
Isa: Akhir dari pada seluruh kegiatan kita hari ini, berterima kasih dan mohon perlindungannya selama kita mati sementara ( tidur ). Alasan alasan ini sangat masuk akal, saya mulai terkagum kagum pada Islam, ternyata hidup ini ada juklaknya.

Sayapun sempat menganalisa apa arti kalimat syahadat, kenapa koq nabi Muhamad selalu disebut sebut ?

Kalau kristen ketahuan bahwa yesus adalah putra ALLAh kalau nabi Muhamad khan orang biasa? Ternyata mungkin jawabannya agar jangan sampai umat Islam mentuhankan Nabi Muhamad seperti halnya umat

kristiani. Dalam kalimat syahadat jelas jelas disebut bahwa Nabi Muhamad adalah rasul. Dengan kharisma seorang nabi yang begitu besar adalah sangat mudah proses pemindahan dari idola menjadi Tuhan yang manusia. Saya melihat bahwa banyak sekali tokoh tokoh yang kharismanya jauh lebih kecil dijadikan Tuhan oleh berbagai aliran kepercayaan. Dimintai perlindungan, dimintai berkah, disakralkan dsb. Kalimat syahadat ini sebenarnya sudah cukup untuk mencegah terjadinya jasad jasad yang disakralkan. Nabi Muhamadpun tetap ditegaskan sebagai rasul dalam setiap kita membaca syahadat.

Sungguh besar Engkau ya ALLAH.

Kagum saya atas ajaran Islam, diskusi diskusi pun saya teruskan, dari cara hidup sampai engan apa tujuan kita hidup